Recent Posting :
Grab this

Adab Bagi Yang Tersingkapkan Alam Ghaib

"Kadang-kadang Allah Swt memperlihatkan padamu alam Malakutnya yang ghaib, dan (namun) Allah Swt menutup dirimu dari melihat rahasia-rahasia hambaNya." Diantara kasih sayang Allah Swt pada hamba-hambaNya, terkadang, Allah Swt membuka rahasia-rahasia alam malakut pada si hamba itu, berupa rahasia ilmu pengetahuan dan detail kema’rifatan, sampai nyata betul, bahkan anda pun meraih apa yang tak bisa dibayangkan oleh mata, tak pernah terdengar telinga dan tak pernah muncul dalam intuisi sekali pun. Namun pada saat yang sama, Allah Swt, justru menutup rahasia-rahasia yang ada pada hamba-hambaNya, karena rahmat dan cintaNya kepadaMu agar kalian tidak terpedaya oleh pandangan meneliti rahasia para makhlukNya dan hamba-hambaNya. Allah Swt sedang memberikan pelajaran mulia kepadamu dengan cara menghindarkan dirimu memandang rahasia makhluk lain.
Dan jika seseorang diperlihatkan rahasia makhluk Allah Swt, maka harus ada adab dan akhlaq yang dijalani. Sebagaimana ungkapan berikut ini:
“Barang siapa yang dibukakan Allah Swt rahasia-rahasia hambaNya, namun orang itu tidak berakhlak dengan Rahmat Ilahiyah, maka wujud penglihatan rahasia itu justru akan menjadi fitnah (cobaan) bagi dirinya sendiri, dan menjadi faktor yang menyebabkan terjadinya cobaan bencana baginya.”

Banyak orang yang dibukakan oleh Allah Swt, tentang rahasia-rahasia hambaNya, namun betapa orang itu malah mendapat cobaan yang serius, hanya karena ia sendiri tidak menerapkan Akhlaq Rahmat Ilahiyah. Diantara cobaan yang muncul adalah tragedi ruhaninya sendiri berupa kesombongan, kekaguman pada diri sendiri, dan memanfaatkan nya untuk kepentingan duniawinya.
Padahal rahasia Allah itu ditampakkan padanya, agar ia menjalankan fungsi Rahmatan Lil’alamin melalui akhlak Rahmat Ilahiyahnya, sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Athaillah as-Sakandary.
Orang yang berakhlak dengan Rahmat Ilahiyah adalah orang yang memiliki keluasan kasih sayang terhadap hamba-hamba Allah Ta’ala, dan manusia merasakan hamparan kasih sayangnya dan perilaku akhlaknya. Ia telah menjadi bapak bagi mereka. Inilah yang diteladankan Nabi Saw, dalam Al-Qur’an, “Dan ia penuh kasih sayang kepada kaum beriman.” (Q.s. Al-Ahzaab:43)

Sang Nabi Saw, memaafkan orang-orang yang berbuat salah dan dosa, menyayangi dan mengasihi orang miskin, dan menjabat tangan orang-orang yang bodoh serta berbuat baik pada orang-orang yang berbuat buruk.
Sebab sebagaimana dikatakan oleh Ummul Mu’minin, ra, “Akhlaknya adalah Al-Qur’an”, dan beliau membaca ayat, “Ambillah maaf, dan perintahlah dengan baik, dan berpalinglah dari orang-orang yang bodoh.” (Q.s. Al-A’raaf:7).

Orang yang berakhlak demikian, berarti ketersingkapannnya merupakan kemuliaan baginya dan rahmat bagi hamba-hambaNya.
Jika tidak, maka ia akan teruji oleh fitnah dalam dirinya seketika dan di akhirat kelak: Pertama, ia merasa lebih hebat dan lebih bersih dibanding yang lain dengan kelebihan-kelebihannya.
Kedua, ia telah mempersempit rahmat dan kasih sayang Allah pada hamba-hambaNya.
Ketiga, ia telah menyakiti hamba-hamba Allah dengan membuka rahasia-rahasia kelemahannya, dan inilah awal bencana.
Maka penyair Sufi mengatakan:
Tebarlah kasih sayang, wahai anakku
Pada semuanya, dan lihatlah
Pada mereka dengan mata kinasih yang lembut
Hormati yang tua, kasihi yang muda
Jagalah hak akhlak pada setiap makhluk.

sumber : http://www.sufinews.com/index.php/Al-Hikam/adab-bagi-yang-tersingkapkan-alam-ghaib.sufi

Mengembara ke alam jin

Jin memang wujud. Orang Islam wajib percaya akan wujudnya makhluk jin karena ia disebut di dalam Al Quran. Firman Allah:

Maksudnya; "Tidak Aku jadikan jin dan manusia melainkan untuk beribadah kepada Aku". (Az-Zaariat:56)
Tuhan ada berfirman bahwa alam yang diciptaNya ada dua bentuk. Ada alam ghaib dan ada alam nyata atau alam syahadah. Alam nyata ialah alam yang mata lahir dapat nampak. Alam ghaib, mata lahir tidak dapat nampak tetapi dapat dirasakan oleh hati.
Merasakan wujudnya alam ghaib dengan hati ada dua peringkat. Pertama, terasa akan adanya alam ghaib itu. Yaitu yakin dan percaya tentang alam ghaib semata-mata berdasarkan rasa saja. Tidaklah sampai dapat melihat seperti mata lahir . Peringkat kedua ialah hati dapat melihat seperti mana mata lahir melihat. Bukan sebatas rasa saja tetapi mata bathin dapat melihat seperti mana mata lahir melihat. Yakni betul-betul nampak.
Bila dikatakan alam ghaib, ia tidak termasuk Tuhan. Tuhan juga ghaib tetapi Tuhan bukan alam. Tuhan itu tersendiri. Maha Suci Tuhan dari menyerupai alam. Alam adalah apa saja selain Tuhan. Alam adalah ciptaan Tuhan dan dinamakan makhluk. Tuhan itu Pencipta atau Khaliq. Ghaibnya Tuhan tidak sama dengan ghaibnya alam.
Alam ghaib ini ada beberapa kategori. Yang tertinggi ialah alam malaikat. Kedua alam jin dan ketiga alam ruh muqaddasah. Malaikat diceritakan dalam Quran dan Hadis. Malaikat lebih dahulu diciptakan dari jin. Ia dijadikan dari cahaya manakala jin dicipta dari api. Oleh itu malaikat lebih ringan ciptaannya dari jin karena cahaya lebih ringan dari api. Sebab itu juga bilangan malaikat lebih ramai dari jin. Nisbahnya pada setiap sepuluh malaikat satu jin. Juga disebabkan malaikat dicipta dari cahaya, perjalanannya lebih cepat dari jin.
Jin pula lebih dahulu dicipta dari manusia. Kalau jin dijadikan daripada api, manusia dijadikan daripada tanah. Sebab itu manusia berbentuk jisim yang pejal, lebih lambat pergerakannya. Sebab itu juga jin lebih ramai bilangannya daripada manusia. Nisbahnya setiap sepuluh jin satu manusia. Malaikat lebih ramai dari jin dan jin pula lebih ramai dari manusia dengan nisbah 10:1 .
Ruh muqaddasah pula sebenarnya adalah manusia. Muqaddasah itu maksudnya suci. Roh muqaddasah ialah ruh yang suci. Ruh muqaddasah atau ruh yang suci ini peranannya lebih kuat dari peranan jasad. Ruh muqaddasah ini dia mutassarif atau aktif, lebih aktif dari fisiknya.
Ruh muqaddasah ini pula, ada ruh orang yang masih hidup dan ada ruh orang yang sudah mati. Sebab itu, tidak heran orang yang kasyaf kadang-kadang dapat melihat orang yang masih hidup di suatu tempat sedangkan fisiknya yang sesungguhnya berada di tempat lain. Ada juga orang kasyaf yang melihat ruh muqaddasah orang yang sudah mati. Oleh karena umumnya ruh muqaddasah tidak dapat dilihat oleh mata kasar, maka ia dikatakan ghaib juga.
Jadi , ruh muqaddasah ini, walaupun fisik hidup atau mati, ruhnya sangat berperanan. Namun , ruh muqaddasah orang yang sudah mati lebih berperanan dari ruh muqaddasah orang yang masih hidup. Ini karena orang yang masih hidup masih terikat dengan jasad lahir. Kalaupun ruhnya dapat keluar secara halus, secara mata tidak dapat lihat, dia tetap masih terhubung dengan jasad lahirnya. Ini tidak berlaku kepada ruh orang yang sudah mati. Itu sebab ruh muqaddasah orang yang sudah mati lebih laju dan lebih aktif dari ruh muqaddasah orang yang masih hidup.. Contohnya, kalau ada dua orang wali, yang kedua-duanya sudah menjadi ruh muqaddasah, kalau seorang masih hidup dan seorang lagi sudah mati, ruh wali yang sudah mati itu akan lebih berperanan, lebih aktif dan lebih laju bekerja dari ruh wali yang masih hidup.
Berbalik kepada kisah jin, dia ada dua peringkat. Ada jin Islam dan ada jin kafir. Jin ini pula macam manusia juga. Dia ada bermacam-macam jenis, bangsa dan etnik. Tabiat bangsa dan etnik jin inipun tidak sama di antara satu dengan lain.
Seperti juga manusia yang banyak bangsa dan etnik, tabiat dan ragam asli antara etnik tidak sama. Bangsa Cina dan Melayu ada watak-wataknya yang tersendiri. Orang Putih (Barat) ada wataknya yang tersendiri pula. Bahkan etnik dalam satu rumpun bangsa pun wataknya tidak sama. Orang Banjar dan orang Jawa, wataknya berbeza. Malahan orang Melayu yang berlainan kawasan pun berbeda wataknya. Orang Melayu Johor dan Melayu Kelantan lain. Mereka ini sedikit-sedikit ada perbedaan watak. Begitu juga jin. Ada yang kasar dan ada yang lembut sedikit. Ada yang garang dan ada yang sederhana.
Jin itu watak asalnya jahat. Betapalah jenis yang kasar, dia lagi jahat. Sebab itu dikatakan, sebaik-baik jin adalah sejahat-jahat manusia. Kalau kita pilih seorang manusia yang paling jahat, kalau dia jin, dia adalah yang paling baik.
Namun demikian, jahatnya jin itu ada juga batasnya. Tidak ada jin yang sebegitu jahat sampai mengaku dirinya Tuhan seperti Firaun dan Namrud. Tidak ada pula jin yang sebegitu baik sampai mengatasi baiknya Rasulullah dan para Nabi. Para Nabi dan Rasul tidak diangkat dari kalangan jin. Umumnya jin lebih jahat dari manusia tetapi tidak ada yang ekstrem jahatnya seperti Firaun dan Namrud dan tidak ada yang ekstrem baiknya seperti Rasulullah SAW. Hanya manusia yang ada baiknya secara ekstrem dan jahat secara ekstrem.
Jin ini melihat Iblis dan bergaul bersama-samanya di alam ghaib. Jin Islam bergaul dengan jin kafir. Mereka makan bersama, bekerja bersama, berniaga bersama, ada yang menikah antara satu sama lain, sama-sama duduk dalam satu kantor, sama-sama jadi kerani (clerk) dan sebaginya. Sebab itu jin Islam lebih banyak dirusakkan oleh jin-jin kafir. Sebab mereka bergaul bersama dan mereka sama jenis. Mereka mudah terpengaruh.
Macam kita manusia juga, kalau bergaul dengan bangsa jahat seperti orang Barat dan Yahudi, habislah kita jadi Barat dan Yahudi. Semuanya dapat bertukar jadi Barat dan Yahudi. Yang tidak dapat bertukar hanyalah warna kulit dan bentuk hidung. Ini musti buat operasi pelastik.
Jin kurang berhasil dalam usaha merosakkan iman manusia berbanding iman sesama jin. Ini karena manusia dan jin berlainan jenis, dan manusia tidak dapat nampak dan tidak dapat bergaul dengan mereka. Itupun banyak manusia yang kafir, banyak yang zalim dan yang fasik. Betapalah kalau jin dan manusia sama-sama dapat bergaul.
Bila jin menjadi kafir, dia dipanggil syaitan. Syaitan itu maksudnya merasuk. Kerja jin kafir atau syaitan ialah merasuk dan menyesatkan orang. Jin Islam tidak dapat dikatakan syaitan.
Kehidupan jin betul-betul macam manusia. Ada kerajaannya, ada masyarakat, ada kantornya, ada mahkamahnya, ada nikah kahwin. Tempat tinggal jin ajaib dan aneh. Ada yang tinggal di gunung-gunung, hutan-hutan, laut, kawasan sungai dan hulu-hulu sungai. Ada juga jenis jin yang bergaul dengan manusia.
Jin yang tinggal di suatu negara, biasanya ikut bahasa manusia setempat. Kalau di Tanah Arab, jin berbahasa Arab, kalau di Tanah Melayu, jin berbahasa Melayu. Dia tidak tahu bahasa Arab. Kalau jin yang duduk di Negara Cina maka bahasanya bahasa Cinalah. Mereka pun belajar dan berguru dengan manusia.
Rupa asal jin sangat hodoh (jelek) dan buruk. Ia menakutkan. Kalau manusia terlihat jin ini hidupnya jadi huru hara dan ketakutan. Manusia tidak akan aman. Dengan rahmat Tuhan, alam jin dihijab (ditutup) dari pandangan manusia. Tetapi alam manusia tidak dihijab dari pandangan jin. Sehodoh-hodoh manusia adalah secantik-cantik jin.
Walaupun rupa asal jin itu jelek tapi dia dapat menyerupai berbagai rupa. Dia dapat merupa benda seperti kain, tas, batang kayu, binatang dan juga manusia, tetapi paling banyak dia menyerupai binatang. Ini termasuklah ular, kala jengking, lipan dan jenis-jenis binatang lain yang berbisa. Kalau dia menyerupai binatang seperti ini, rupanya lebih aneh dan lebih hebat dari yang biasa. Kalau dia dibunuh ketika dia sedang menyerupai binatang , dia akan mati.
Sebab itu Tuhan ajar kita, kalau jumpa binatang berbisa di tengah jalan atau di dalam rumah, musti berhati-hati. Jangan langsung bunuh walaupun dalam Islam hukumnya sunat. Usir dua tiga kali dahulu. Kalau dia tidak lari baru dibunuh. Takut-takut dia adalah jin yang sedang berubah bentuk. Kalau kita terus bunuh dan dia sebenarnya jin yang sedang merupa, mungkin keluarganya akan marah dan akan bertindak terhadap kita. Banyak orang yang dirasuk dan diganggu oleh jin disebabkan mereka ada buat silap dengan jin. Kalau setelah dihalau dua tiga kali tetap juga tidak pergi maka jelas itu bukan jin. Dapat kita bunuh.
Ada cerita dalam kitab, seorang soleh telah membunuh seekor ular. Maka pada malamnya, dia ditangkap dan dibawa oleh jin ke negeri jin. Di negeri jin itu berjalan hukum Islam. Hakim jin itu pun Islam. Maka orang soleh dan keluarga jin yang dibunuh oleh orang soleh tadi dibawa ke mahkamah. Bila perbicaraan bermula maka menangislah keluarga jin sambil berkata kenapa ahli keluarga mereka dibunuh. Bila hakim jin bertanya kepada orang soleh tersebut mengapa dia bunuh ular itu, dia menjawab karena dalam ajaran Islam, sunat hukumnya saya membunuh ular dan binatang-binatang yang berbisa. Saya buat atas arahan Tuhan dan saya dapat pahala. Yang salah adalah orang Tuan. Kenapa dia merupa ular. Salah dialah. Saya musti bunuh ular karena itu sunat hukumnya.
Hakim jin menghukum bahwa yang salah dalam kes (kasus) ini bukan manusia tetapi pihak jin. Dia batalkan tuduhan. Hakim arahkan polisi jin supaya mengembalikan orang soleh itu kembali ke alam manusia. Kalau dia bukan orang soleh dan tidak dapat menjawab sudah tentu dia kena hukum. Orang soleh itulah yang menulis kisah ini dalam kitab. Hujah ini hujah yang kuat.
Umur jin sangat lama berbanding umur manusia yang lebih kurang 63 tahun. Jin dapat hidup sampai 1500 tahun hingga 2000 tahun. Ada jin yang hidup di zaman Rasulullah SAW yang masih hidup pada hari ini.
Makanan jin adalah wap (uap) dari tulang dan tulang sum-sum binatang. Itu sebab dalam syariat Islam makruh kita memakan tulang dan tulang som-som. Ada lagi cerita tentang jin dalam kitab. Sesetengah orang soleh dapat menundukkan jin, mengguna dan memperalatkan mereka. Kita tahu, dalam sejarah, ada sahabat yang hilang unta di padang pasir. Di padang pasir banyak rijalul ghaib. Mereka berkata; Ya Rijalul ghaib, kembalikan untaku yang hilang. Maka unta itu dikembalikan. Ini tawassul namanya.
Pernah Rasulullah SAW berjalan-jalan dengan beberapa orang sahabat dan singgah di suatu kampung jin. Rasulullah beritahu para sahabat supaya tunggu dan jangan ikut, sebab dia mahu masuk ke kampung jin untuk mengajar . Cerita ini masyhur dalam sejarah. Para sahabat hanya melihat asap. Sebab adakalanya jin menyerupai asap karena dia berasal dari api. Tetapi Rasulullah melihat betul-betul jin itu dan mengajar mereka pula.
Ada cerita tentang Nabi Sulaiman di dalam Quran yang hendak membawa istana Balqis dari Yaman ke Palestin yang jauhnya beribu-ribu mil. Antara mukjizat Nabi Sulaiman diperintahnya jin untuk membawa istana tersebut. Jin pun bari tahu dia akan bawa istana itu kepada Nabi Sulaiman selama mana Nabi Sulaiman berubah tempat. Tidakkah itu hebat.
Namun ada lagi yang lebih hebat. Seorang wali Allah yang bernama Asif Barhaya yang turut berada dalam majlis itu berkata saya dapat pindahkan istana Balqis ke hadapan tuan dalam sekelip mata. Maka tertantang jin. Dia hendak ambil hati Nabi Sulaiman dan hendak tunjuk bahwa dia gagah. Tetapi ada manusia bertaraf wali yang menantang dia.
Rupanya di sini kalau ruh muqaddasah bekerja, jin pun dapat kalah. Rasulullah dapat tundukkan jin. Para wali juga dengan karomah mereka dapat menundukkan jin dengan kekuatan diri mereka sendiri. Tetapi kalau ada murid yang dapat nampak jin atau dapat gunakan jin, dan merasakan itu adalah karena berkat gurunya, maka dia akan selamat. Yang tidak selamat biasanya orang yang kasyaf, nampak jin dan dapat guna jin tapi tidak ada guru atau ada guru tetapi hatinya telah berubah. Dia rasa bukan berkat gurunya lagi tetapi dia rasa dirinya sudah jadi wali, sudah ada karomah sendiri. Itu yang rosak. Orang yang dapat arahkan jin dan nampak jin dengan berkat gurunya, kalau dia berhadapan dengan jin yang garang sangat atau degil sangat, maka biasanya ruh muqaddasah gurunya turut hadir atau dia jual nama gurunya.
Begitulah rahsia jin. Jin ada disebut dalam Quran dan dalam hadis. Siapa menolak kewujudan jin ertinya dia menolak Quran dan Hadis. Jin macam malaikat juga. Quran kata ada, adalah. Tetapi aneh, tentang malaikat banyak orang terima tetapi tentang jin banyak orang tolak. Yang dikatakan orang Bunian, Kuntilanak, Pelesit, Tuyul, Polong, Langsui, Hantu Raya dan berbagai-bagai lagi itu asalnya ialah jin. Oleh karena sukunya dan perangainya tidak sama maka orang bedakan dengan nama-nama yang berlainan.
Adapun orang yang berhubung dengan jin atas dasar mukjizat dan karomah, maka dia kuat. Jin pun takut dan hormat pada dia. Orang yang dapat berhubung dengan jin atas dasar berkat tuan guru, dia tidak dapat sekali-kali terputus dengan gurunya. Orang yang berusaha untuk berhubung dengan jin, itu dinamakan amalan atau ilmu khadam. Bahaya ilmu dan amalan khadam ini, dia terpaksa tunduk dengan jin. Jin akan bagi syarat buat begitu dan buat begini. Kadang-kadang arahan jin itu bertentangan dengan syariat. Ini yang rusak.

sumber : http://kawansejati.ee.itb.ac.id/mengembara-ke-alam-jin

SURAT KE ALAM GHAIB

Abuya Yang Dirindui, Sudah hampir 10 bulan Abuya pergi. Apa khabar Abuya? Abuya kini dimana ya? Abuya sedang buat apa agaknya? Hidup di sana tu tak boleh ke dikongsikan dengan kami di sini? Siapa orang-orang yang sedang dengan Abuya sekarang? Mereka itu pula bagaimana agaknya? Abuya ingat lagi tak dengan kami keluarga dan jemaah Abuya? [...]
Abuya Yang Dirindui,
Sudah hampir 10 bulan Abuya pergi. Apa khabar Abuya? Abuya kini dimana ya? Abuya sedang buat apa agaknya? Hidup di sana tu tak boleh ke dikongsikan dengan kami di sini? Siapa orang-orang yang sedang dengan Abuya sekarang? Mereka itu pula bagaimana agaknya? Abuya ingat lagi tak dengan kami keluarga dan jemaah Abuya? Sebenarnya Abuya ni balik ke tidak lagi ni?
Wahai Abuya,
Kepergianmu ke sana telah membuatkan kami insan-insan yang menyayangimu semuanya ini, ikut ke sana. Tak tahulah apa nama tempat dan alamat Abuya di sana, tapi ingatan, kenangan dan kerinduan hati tertuju kepada Abuya walau dimana Abuya berada.
Kalau dulu, alam disana tidaklah difikirkan sangat walaupun Allah perintahkan supaya kita beriman dengan alam ghaib. Tapi semenjak Abuya berangkat ke sana, alam ghaib sudah menjadi daerah utama yang kami jangkau dengan seluruh ingatan dan fikiran kami untuk mencari Abuya. Dia sudah menjadi kampung idaman hati untuk ikut pergi. Habis masa kami untuk beramal dengan selawat badawi yang Abuya tinggalkan, kerana meminta Allah sampaikan salam rindu kepada Abuya. Sampaikan kami sudah sanggup di tengah-tengah malam bangun untuk menyatakan kepada Allah betapa rindunya hati kepada pemimpin kebenaran yang dijanjikan. Abuya, sungguh kepergianmu tlh menjadi motivasi yang berkesan sekali kepada kami, untuk beriman kepada alam ghaib.
Kepimpinan Abuya, rupanya lebih berkesan bilamana jasad Abuya tiada. Yahudi marah sungguh bila kami katakana Abuya bukannya mati, cuma ghaib. Besar-besaranlah berita itu dijaja untuk tujuan menghancurkan Abuya, adalah kerana kepimpinanmu tuan, lebih menakutkan musuh, walhal dirimu sudah tidak dapat dilihat dengan mata.
Oh memang benar rupanya, apa yang Abuya pernah katakan dulu iaitu orang-orang roh itu kepimpinannya akan lebih terserlah bilamana dia bebas dari jasadnya. Kini Abuya dapat buktikan kepada kami bahawa akal, segeliga manapun ia, tapi tak mampu faham bagaimana roh boleh aktif diluar jasad. Akal bukan saja tak faham bahkan menolaknya. Padahal yang ditolaknya itu ialah realiti hidup untuk orang-orang roh. Manalah dunia tidak huru-hara oleh orang-orang akal ini! Patutnya akal berfikir begini: memandangkan dakwaan-dakwaan yang dibuat oleh orang-orang roh itu adalah merupakan pengalaman hidup ramai dari kalangan mereka, kenalah kita mengkaji akan kemungkinan benarnya, walaupun tidak lojik. Sebab di antara akal dan hati (roh) manusia itu ada perbedaan yang cukup besar. Tidak bolehkah kedua-duanya digabungkan? Jangan-jangan kesempurnaan diri insan ialah dengan menyatukan kedua-duanya? Siapakah yang telah menidakkan hati dalam kajian-kajian tentang kaji hayat dan struktur binaan diri manusia dan kemanusiannya?
Tapi Abuya, ketua agama di Malaysia itu, bila kita kata, kami ada pengalaman bertemu dengan roh Nabi akhir zaman, kami melihat Kaabah itu ada power, dll, dia terus saja cakap: pembohong besar! Dia itu sekolah kat mana Abuya untuk jadi begitu? Kenapa dia tak respon begini ya Abuya? Adapun hal pertemuan hati seseorang dengan roh Nabi junjungan, itu kan berlaku dalam sembahyang-sembahyang kita. Yakni bilamana kita berkata dalam bacaan tahiyat: Assalamu’alaika ayyuhanabi (salam untukmu wahai Nabi). Jadi bila Nabi boleh menjawab salam kita, ertinya, bolehlah berlaku perhubungan hati 2 hala antara kita dan nabi kita, walaupun di luar sembahyang!
MasyaAllah Abuya, akibat tersalah jawab oleh ketua agama di Malaysia, sedangkan perkara itu cukup sensitif untuk umat yang menyayangi Nabi mereka, maka para malaikatpun tak sanggup untuk membiarkannya, maka kena godamlah si dia itu. Teruklah juga rasanya. Sebab malaikat itu guna seorang penulis wanita untuk menyerangnya. Penulis itu Abuya tahu kan Norzah Kepol anak angkat Abuya. Tentu Abuya sudah doakan agar ketua agama itu insaf dan akan betul-betul jadi ketua agama bukan?
Manakala kami anak-anak murid Abuya pula sangat-sangat mengharapkan agar Allah buatkanlah ketua agama itu dan orang-orangnya juga, mahu menerima Abuya sepertilah kami menerimanya. Kenapa mereka marah-marah sangat dengan Abuya? Padahal kami ini sangat syang dengan Abuya! Kenapakah di atas nama agama mereka memusuhi kita untuk beragama? Agaknya pasal Abuya ada cakap nak jadi PM kot? Kan Abuya pesan dengan kami, kalaupun saya mati, tapi daulah Islamiyah tetap jadi di Malaysia oleh Abuya! Nampaknya Abuya yang mulakan peperangan ini, bukan? Dan sekarang walaupun jasad Abuya sudah tiada namun Malaysia nampaknya makin gilakan Abuya. Semua orang ingin melihat bagaimana Abuya mengakhiri peperangan agama yang Abuya cetuskan ini. Dan Abuya juga kena jawab apa niat sebenarnya mengambil resiko dengan menyatakan Abuya bakal PM Malaysia. Adakah kerana gila kuasa atau gilakan Allah dan Rasulnya.
Wahai Abuya,
Sebenarnya Abuya ini mati ke ghaib? Baru-baru ini TV1 Malaysia keluarkan cerita Abuya lagi. Ulangan dokumentari yang telah memenangi 5 pencalonan dokumentari terbaik di Malaysia. Gahnya Abuya jadinya kini! Oleh tayangan itu. Tapi bukannya OK Abuya! Tujuannya tidak lain dan tidak bukan ialah hanya untuk kebumikan Abuya. Yang pelik tu, Abuya kan dah kami kebumikan depan mata mereka bersama pengisytiharan kematian Abuya yang dibuat besar-besaran. Tapi kenapa orang mati sudah masuk 10 bulan, muncul di TV bagaikan belum mati. Hanya kerana kami taksub sangat sampai mengatakan Abuya belum mati? Itu ke masalahnya? Tidaklah! Tak mungkinlah! Orang kampung pun tak percaya. Ye ke bahawa populariti Abuya kini adalah hasil kegilaan Ummu Jah mewar-warkan keghaiban Abuya. Sebenarnya orang lebih mudah faham kalau dikatakan begini: sesungguhnya Abuya Asaari Mohammad itu telah mati! Tapi sesungguhnya pula telah benarlah kata-katanya sebelum mati, bahawa Imam Mahdi itu akan datang untuk Islamkan dunia. Kuasa Barat akan diambil alih oleh Islam. Dengan takdir Allah SWT, nampaknya watak dunia kini memang membenarkan kata-kata Abuya itu.
Maka tidak hairanlah kalau pengikut-pengikut Abuya pun berfikir semula, jangan-jangan betul Ummu cakap Abuya belum mati. Maka dengan kejadian itu bertambah-tambahlah keyakinan mereka untuk terus mempertahankan perjuangan dan jemaah Abuya. Alhasil, jadi takutlah semula TV1 kepada pengaruh Abuya. Hebat Abuya, dah matipun berjuang lagi.
Wahai Abuya pemimpin waktu sihat, waktu sakit dan waktu mati. Sebenarnya kami pengikut-pengikut Abuya sedang merasa bahawa Abuya sentiasa berada di sisi kami, yakni semenjak Abuya xpdc ke alam ghaib. Di sisi itu maknanya cukup dekat di hati, bagaikan di sebelah tapi tak boleh dilihat, tak boleh dipegang dan tak boleh diajak bercakap-cakap. Rasanya ada tapi macam tiada. Rasulullah itu ada dimana-mana dan ada di sisi kita. Allah itu ada dimana-mana tapi tiada di sana! Malaikat itu ada dimana-mana dan ada di samping kita. Manakala hantu dan syaitan pula, selaku makhluk jahat memang ada dimana-mana di sekitar kita. Ertinya alam ghaib itu sebenarnya ujud di sebelah kita. Terpisah hanya oleh tabir lahiriah ciptaan mata dan akal. Orang buta itu tiada padanya tabir lahiriah ini. Orang roh, setiap saat boleh saja berada di balik tabir lahir ini, yakni di alam ghaib, bercinta dengan Allah SWT dan Rasul-Nya.
Rupa-rupanya perginya Abuya ke alam ghaib itu ialah untuk merealisasikan alam ghaib ke dalam kehidupan kami. Biarlah kenyataan ini dikarutkan ya Abuya, tapi bagi kami anak-anak murid Abuya ianya adalah reality kehidupan yang sudah membudaya. Kan Abuya pernah cakap, bagi orang-orang roh, keajaiban adalah budaya hidup mereka.
Ya Abuya, teori itu benar walaupun tidak lojik. Ia kini sudah cukup praktikal bagi kami, dan kami pun bahagia dengannya. Nanti kalau ada orang menidakkannya pun, masakan kebenaran boleh ditutup oleh kebatilan. Sebab hati pembohong-pembohong itu, tahu yang ia berbohong.
Jadi, wahai Abuya, kami sekarang ini, walaupun belumlah sepenuhnya orang roh seperti Abuya, tapi hasil beradanya Abuya di alam ghaib, kami pun rindukan alam ghaib. Alam ghaib itu besar rupanya ya Abuya. Dah lama Allah dan Rasul beritahu perihal besarnya alam ghaib, tapi kami tak kisahkannya pun. Tak bertanya-tanya langsung besarnya bagaimana dibanding dunia?
Hinggalah kini Abuya yang menjawabnya. Mula-mula seelok Abuya tiba ke sana, Abuya serahkan kami kepada Nabi Muhammad.
“Wahai Nabi Muhammad inilah orang-orang yang dapat dikutip di bumi, untuk dijadikan ikhwan”.
Maka Rasulullah pun menjawab sambil menangis,

“Umatku! Umatku! Umatku!”
Rupa-rupanya Abuya, serahan kuasa jemaah kepada Imam Mahdi yang Abuya ceritakan dulu itu, bermulanya dengan begitu caranya. Berlaku di alam roh, secara roh dulu, sebelum dilahirkan ke bumi. Oh sungguh tak sangka Abuya telah hubungkan kami dengan Nabi Akhir Zaman, di alam ghaib. Abuya buatkan kami dapat bercakap-cakap dengan Rasulullah yang sudah wafat. Rasulullah itu hidup di sana, memimpin dan mencatur dunia dari planet roh. Bagaikan mimpi ya Abuya, semua keghaiban itu kini telah menjadi kenyataan. Islam telah buatkan hidup jadi begini. Abuya telah temukan Allah dan Rasul yang kami cari selama ini. Allah Cinta Agung, Rasul Kekasih Junjungan rupanya dapat ditemui dengan hati, hasil menempuh perjalanan roh bersama Abuya ini! Terima kasih Abuya yang tidak terhingga banyaknya. Terimalah cinta dan rindu kami yang berganda-ganda untuk Abuya. Biarlah orang hinakan percintaan ini, sedangkan inilah kebahagiaan kami. Walhal kalau orang tahulah ertinya, nescaya semua orangpun menginginkannya.
Wahai alam ghaib yang dicintai,
Memang kamu layak dan patut dicintai. Tapi mencarimu adalah perjalanan 30 tahun bersama Abuya. Mula-mula dipertemukan dengan Nabi Muhammad oleh Abuya. Nabi SAW lah jembatan penghubung kepada Allah Cinta Agung. Tanpa baginda adakah orang boleh tersambung kepada Allah? Sedangkan untuk sampai kepada rajapun tidaklah mudah. Inikan pula untuk mendapatkan Allah yang pernah dilihat di Sidratul Muntaha oleh Rasulullah SAW melalui perjalanan Isra’ dan Mi’raj yang amat sukar?
Bila Allah ditemui di dalam sembahyang, oleh mukjizat Nabi Muhammad SAW, maka rahsia kewujudan alam ghaib akan dibukakan Allah lah kepada kita. Yakni, alam tinggi yang maha hebat dan indah. Melihatnya pasti akan terjatuh cinta, yang mana sekaligus akan mencabut cinta dunia yang menipu daya ini. Dan bila manusia sudah menjadi begitu, kata baginda Rasul SAW, hidup mereka akan bercahaya secahaya-cahanya. Orang Islam akan menerangi bumi dengan kebenaran yang gilang gemilang. Sejarah Islam menjadi empayar akan berulang. Kenapa tidak? Bukankah bersama kita juga ada Nabi Akhir Zaman? Pasti baginda mengulangkannya kepada kita. Bukankah sekarang pun dunia sudah berada ditangannya semula?
Wahai kematian yang dirindui,
Oleh kerana Rasul ada bersabda:
“Secerdik-cerdik manusia ialah yang paling mengingati kematian”.
Maka bodoh sangatlah kami ini kerana selama ini takut denganmu wahai kematian. Bodoh macam orang yang tak mahu kahwin kerana takut nak bersalin. Sakit katanya. Jadi tak kahwin lah dia. Bodoh tak?
Aduh, kematian yang menjanjikan 1001 keindahan itu ditakuti dan dilupakan saja oleh orang Islam! Bodohnya. Kena tipunya dan ruginya wahai orang Islam. Kenapa dan mengapa sampai terjadi begini agaknya? Kesalnya wahai, tidak terkira-kira lagi rasanya! Kematian sepatutnya ialah hari yang begitu dipersiapkan. Macam orang yang berikan jamu sedari kecil kepada anaknya sebagai persiapan untuk kahwin? Mcm orang yang siapkan computer untuk anaknya yang tak lahir lagi supaya lahir-lahir saja terus pandai main computer. Macam orang yang simpan duit sejak di sekolah lagi agar dapat masukkan anak ke university.
Kematian sesungguhnya kerana pentingnya, ia lebih-lebih lagi patut dipersiapkan sebenarnya. Bukannya macam sekarang, bila mati saja seseorang, maka orang yang hidup pun cakap,
“Dari Allah kita datang, kepada Allah kita kembali. Walaupun dia kesayangan kita, namun nampaknya Allah lebih sayangkannya. Saya redha”
Walhal sepatutnya kata-kata yang dibuat itu begini:
“Ya Allah, macamana ni, dia dah mati. Munkar Nakir akan soal macam-macam. Dia boleh jawab tak? Kalau tidak teruklah dalam kubur. Nanti di Akhirat yang mula-mula Allah tanya tentang sembahyang. Cukup bilangan tak? Khusyuk ke lalai? Kalau lalai dalam sembahyang ke neraka Wail lah tempatnya. Macamana ni? Tolong 3x”.
Sebenarnya persiapan untuk mati yang dirindui itu ialah jadikan hidup untuk Allah dan Rasul. Kan itu yang diazankan kepada kita seelok kita dilahirkan ke bumi? Macamana boleh tersilap? Hidup ialah untuk membalasi cinta Allah dan Rasul yang menghadiahkan kehidupan ini kepada kita?
Cinta Allah dan Rasul terlalu Agung kepada kita. Rasakanlah. Seperti kita sayangkan ibu bapa begitu sekali, macamana boleh terjadi kita tidak menyayangi Allah dan Rasul lebih dari itu? Sepatutnya cinta Agung itu sangat terjadi antara kita dan Allah serta Rasul. Lihat saja Abuya, apakah yang berlaku padanya sehingga dia berupaya wariskan lagu cinta ini kepada kita:
Wahai Tuhan Cinta Agungku, janganlah cintaku tidak dibalas 3x
Kalau cinta itu boleh berlaku kepada Abuya, alasan apa kita nak mengatakan ia tidak boleh berlaku kepada kita?
Sesungguhnya, hanya orang yang mengalami cinta kepada Allah dan Rasul sahaja yang mampu untuk menikmati perasaan rindukan kematiannya. Sebab kematian ialah bertemu dengan seagung-agung cinta!
Abuya, menelusuri perjalanan hidupmu, kami mau dibawa ke sini rupanya. Menjadi orang yang jatuh cinta kepada Allah dan Rasul, lalu Akhirat menjadi kecintaannya, kematiannya sangat diingat bahkan dirinduinya. Sempurnyanya pakej ajaran ini Abuya. Sebab hidup yang sebenar-benarnya itu ialah kematiannya yang indah. Kematian bukan memutuskan seperti kata yahudi itu. Kematian menurut Allah dan Rasul ialah penghubung kepada kehidupan Yang Maha Indah penuh kebahagiaan bersama Allah dan Rasul di dalam Syurga mereka.
Wahai Abuya,
Anak-anak dan cucu-cucu yang begitu ramai Abuya tinggalkan di bumi bersama keluarga yang sangat besar ini, termasuk pengikut-pengikut yang telah menyerahkan hidup kepada Abuya itu, kini bukannya sedang merasa ketiadaan Abuya. Sebenarnya ciptaan yang ajaiblah yang membuatkan jemaah ini, sepeninggalan Abuya telah menjadi lebih kuat dan lebih meriah nampaknya. Padahal akal meramalkan kematian ketua keluarga akan menyiksakan anak cucu yang ramai. Sedangkan Rasul sendiri sewaktu wafat hanya meninggalkan Quran dan Hadis. Sabdanya itu cukup untuk menjamin keselamatan kepada seluruh Akhirat dan dunia. Dan baginda kini dengan berhempas- pulas untuk membuktikan kepada dunia bahawa apa yang dicakapkannya itu benar pasti terjadi.
Sepeninggalan Abuya, sebenarnya kami tak susah pun. Agaknya formula Abuya ialah serahkan anak cucu kepada Allah dan Rasul. Maka hasil dijaga oleh Allah dan Rasul, mereka itu kalau nak minta duit misalnya, panggil Abuya tolong. Bagaikan Abuya itu ada saja di tengah mereka. Nur Muhammad yang mereka dendang-dendangkan itu pun mengirimkan wang lebih dari yang diminta kepada mereka. Baginda umpama datuk yang pantang cucu-cucunya minta apa saja, nescaya diberikanlah sekalipun yang tidak diminta. Abuya, kerana menyaksikan keajaiban ini betul-betul menjadi cara atau budaya hidup kami, sesudah Abuya tinggalkan, ia membuatkan kami ini, tidak lagi bimbang untuk mengenang-ngenangkan kematian. Sebab semua kesayangan yang bakal ditinggalkan itu rupa-rupanya akan mendapat pembelaan yang jauh lebih besar dari yang kami berikan.
Wahai Abuya, bapa kebenaran kepada dunia.
Berjayanya Abuya menyambungkan kami dengan Akhirat. Rasanya tiada sebab lagi untuk bimbangkan kematian berlaku. Dan rasanya Akhirat juga jadi begitu dekat. Sepertilah Mekah Abuya sudah buatkan jadi sebahagian daripada perkampungan kami. Kini Akhirat, kubur, alam yang ghaib itu rasanya sudah ada di depan mata. Ada di sisi untuk dicintai dan dirindui. Kehidupan selepas ini ialah kehidupan sebenar yang tersambung dengan Akhirat. Hidup bercahaya secaha-cahanya. Kegelapan dan tipu daya hilang sama sekali, kematian bukan pemutus tapi penyambung, dan kami Abuya akan usahakan kuburan Islam model atas nama RSA.
Wassalam,

sumber: http://abuyaattamimi.com/2011/05/surat-ke-alam-ghaib/

MENEMBUS ALAM GHAIB

tanpa mengurangi sedikitpun hormat ane wat para sedulur n trutama wat para sesepuh...

mohon ijinnya wat bagi2 cara n amalan untuk menembus alam ghaib....

ADA BEBERAPA HAL PENTING YANG HARUS DI PERHATIKAN SEBELUM MELAKSANAKAN RITUAL INI.

1. KEYAKINAN (HAQUL YAKIN)
pusat dari kemampuan indera ke 6 terletak pada kekuatan mata batin anda,
maka sebagai landasannya anda harus mempunyai keyakinan yang tinggi.

2. KEBERANIAN (MENTAL YANG KUAT)
slah satu faktor terpenting yang bisa menggagalkan niat anda adalah perasaan ragu-ragu, cemas, khawatir, dan rasa takut yang berlebihan akan hal-hal yang berkaitan dengan ghaib. dengan memiliki keberanian maka anda akan lebih siap dalam melihat segala perwujudan ghaib yang datang.

3. PENGHAYATAN (KHUSYUK)
dengan memiliki penghayatan yang mendalam maka anda akan lebih mudah memperoleh pengalaman batin yang mengagumkan selama mengadakan praktek ritual ini. untuk mencapai tahap penghayatan yang mendalam, anda harus bisa mengendapkan panca indera penglihatan dan pendengaran dengan memfokuskannya pada pandangan mata ghaib (posisinya pada tengah kedua alis mata). dan sebaiknya ritual ini dilakukan pada malam hari diatas jam 9.

- sebelum ritual dimulai untuk mencapai penghayatan yang mendalam sebaiknya kosongkanlah hati dan pikiran dari segala hal yang bisa mengganggu jalannya ritual. kemudian pejamkanlah kedua mata anda dengan memusatkan pandangan pada tengah kedua alis mata / pangkal hidung.

- pada tanda pertama anda akan melihat adanya cahaya terang yang menyerupai awan yang bergulung2. seperti kabut tebal, kemudian bentuknya berubah menjadi setitik cahaya yang sangat terang sekali dan semakin lama sinar tersebut semakin membesar seperti sebuah sinar matahari yang dilihat dari kejauhan, pada tahap ini anda sudah mendekati pintu gerbang alam ghaib.

- pada tanda kedua anda akan merasakan adanya getaran aneh berhawa dingin yang menjalar keseluruh tubuh, terutama pada bagian tengkuk leher belakang dan kedua telapak tangan anda. kemudian anda akan mendengar suara2 aneh yang tidak begitu jelas, atau terasa adnya bau harum yang menyengat, atau melihat adanya suatu obyek pandangan dalam bathin anda yang sebelumnya tidak pernah anda lihat. pada tahap ini anda sudah melewati hijab / pintu gerbang alam ghaib.

- pada tahap akhir setelah anda memasuki alam ghaib biasanya panca indera mata dan telinga anda sudah mulai pasif atau tidak berfungsi, sehingga pada saat itu anda sudah tidak menyadari kondisi di sekeliling lagi. selanjutnya indra ke 6 anda mulai aktif dan berfungsi penuh (mata batin n telinga batin)
sehingga pada saat itu anda sudah bisa mengadakan kontak dengan alam ghaib.

- ritual ini dilaksanakn diatas jam 9 mlm, posisi harus duduk menghadap kiblat.

- rirual ini sebaiknya dilaksanakan dalam ruangan yang gelap atau hanya di beri penerangan dari cahaya lilin saja. hal tersebut untuk memperoleh penghayatan yang mendalam.

- apabila karena suatu hal sebelum anda masuk ke alam ghaib tiba2 kedua mata anda terbuka, maka ritualnya harus dimulai dari awal lagi, berbeda bila anda sudah masuk ke alam ghaib mata anda terbuka tidak menjadi masalah, karena mata batin anfa sudah aktif dan sudah tidak terpengaruh dunia luar.

- pada tahap pertama ritual bisa dilaksanakan minimal selama 2 jam penuh, setelah anda mampu menembus ghaib untuk tahap serlanjutnya bisa di persingkat lagi.

caranya :

1. bersucilah dahulu lahir batin
2. niat
3. bacalah tawassul berikut :

sent fatehah to
- nabi muhammad

- 4 malaikat : jibril, mikail, isrofil, izroil

- syeikh abdul qodir jaelani

- syeikh ahmad badawi

- syeikh ahmad kabiri rifa'i

- syeikh ibrahim mad dasuki

- syeikh ahmad majiji

- khodamul ayat qursi

- muslimin wal muslimat

lalu pejamkan mata anda dan pusatkan pandangan pada tengah kedua alis mata sambil membaca ayat kursi 131x lalu setelah itu membaca

YAA ALLAMAL GHUYUUBI YAA KHOBIIR YAA BATHIIN

sebanyak2nya sampai anda memasuki tanda2 pertama, kedua dan ketiga. insya allah apabila dilandasi dengan keyakinan dan niat yang mantap anda bisa menembus alam ghaib dengan mudah.

SUMBER: http://www.tebarnasi.com/showthread.php?t=2590

Alam Gaib, Siapa Takut?

ensiklopediaBatu ajaib Ponari adalah bukti bahwa fenomena alam gaib tak pernah sirna. Bagaimana hubungan hal-hal gaib itu dengan sains?
Alam gaib dalam kehidupan masyarakat awam selalu dikaitkan dengan fenomena-fenomena mistik, klenik, dan kekuatan supranatural. Di berbagai jenis masyarakat di seluruh penjuru dunia pembicaraan mengenai subjek ini sudah bukan barang asing lagi. Di kalangan masyarakat Jawa misalnya, yang sudah sangat akrab dengan berbagai fenomena ajaib, hantu, dan ilmu kedigdayaan. Di kalangan masyarakat Eropa yang sudah demikian majunya pun masih berkembang polemik tentang Dracula dan sihir, di kalangan masyarakat primitif Afrika ada fenomena Voodoo, bahkan di kalangan masyarakat Amerika masih ada tradisi Halloween yang sangat kental dengan fenomena metafisik, dan sebagainya.
Jika ditelisik lebih jauh, fenomena-fenomena itu akan menjadi sangat faktual sehingga siapapun tidak bisa menyangkalnya lagi. Masalahnya, mengapa kita masih terus menyangkal keberadaannya? Mengapa ilmu pengetahuan kita akan menemui jalan buntu jika berhadapan dengan hal-hal yang berbau mistik?
Ada semacam kredo yang berkembang di barat bahwa gejala-gejala metafisik itu abnormal, halusinasi, dan merupakan mitos tradisi yang sama sekali jauh dari wilayah sains. Itu kredo yang berkembang di barat, dan sekarang telah merambah ke timur, yang telah lazim di kalangan ilmiah. Cendikiawan barat biasanya memasukkan bahasan metafisika ke dalam kelas psikologi. Menurut mereka, dalam sistem kesadaran, selain kita kompeten terhadap kebanyakan kenyataan-kenyataan objektif, kita juga sering mengalami ilusi halusinatif, sesuatu yang dirasa ada tapi sebetulnya tidak ada. Budaya manusia sangat jauh dari kawasan ilmiah, karena sifatnya yang subjektif. Orang Jawa misalnya, tak tahu dan tak mau tahu kenapa mereka harus membuat sesajen, bakar-bakar kemenyan, takut terhadap pohon-pohon besar, batu-batu besar, kuburan keramat, dan masih banyak lagi. Yang jelas, itu merupakan tradisi turun-temurun yang sifatnya anonim, yang tidak bisa dipertanggungjawabkan. Pantas saja, kalangan ilmiah memvonis mati bahwa alam gaib dan segala sesuatu yang berhubungan dengan metafisika, bukanlah wilayah sejati sains.
Namun bagaimanapun, nyata atau tidak nyata, sadar atau tidak sadar, objektif atau subjektif, anonim atau tidak anonim, dan sebagainya adalah bagian dari eksistensi semesta ini. Bagaimanapun misteriusnya hantu-hantu dan makhluk-makhluk halus di sekitar kita, toh mereka tetap bagian dari alam ini, yang harus dimengerti dan dipahami oleh makhluk cerdas seperti kita. Bagi para pemikir barat, mungkin saja, data-data inderawi tentang alam gaib belum cukup menjadi alasan untuk membahas masalah tersebut secara ilmiah. Betulkah?
Alam Gaib dalam Percobaan
Pada akhir Oktober 1927, atas prakarsa pengusaha sabun kaya raya, Ernst Solway,diselenggarakan pertemuan paling bersejarah dalam sejarah sains modern. Pertemuan ini terkenal dengan sebutan Konferensi Solway, bertempat di Hotel Metropole, Brussel, Belgia. Pertemuan pertama ini menjadi sangat terkenal lantaran terjadi perseteruan intelektual antara dua pemikir garis depan, Niels Bohr dan Albert Einstein.Perseteruan tersebut dipicu oleh pengumuman Bohr tentang tafsirannya terhadap Teori Kuantum, yang kemudian terkenal dengan sebutan Aliran Kopenhagen.
Aliran Kopenhagen memperkenalkan dua prinsip paling mendasar dalam fisika, yakni Prinsip Saling Melengkapi (dalam kaitannya dengan konsep materi) dan Prinsip Ketidakpastian (dalam kaitannya dengan konsep ruang-waktu). Masalahnya timbul manakala Einstein secara terbuka menyatakan ketidaksetujuannya terhadap Prinsip Ketidakpastian. Setiap jamuan teh sore hari, Einstein selalu menyerang prinsip-prinsip Bohr. Ia merancang berbagai percobaan pikiran untuk menemukan berbagai kontradiksi prinsip-prinsip tersebut. Namun selalu saja Bohr mampu menemukan kelemahan konsep Einstein dan mementahkannya.
Pada konferensi selanjutnya, tahun 1930, Einstein mengajukan apa yang disebutnya sebagai paradoks kotak cahaya, yang dirancang untuk menggugurkan ketidakpastian. Ia mengambarkan kotak penuh cahaya dan menganggap energi foton dan waktu pancarannya bisa ditentukan secara pasti. Waktu dan energi adalah sepasang variabel yang memenuhi prinsip tersebut. Caranya, kotak ditimbang terlebih dahulu. Dengan pengatur cahaya yang dijalankan jam di dalam kotak, satu foton dipancarkan. Lalu kotak tersebut ditimbang lagi untuk mengetahui massanya. Kalau perubahan massanya diketahui, maka energi foton dapat dihitung dengan persamaan E=mc2. Perubahan energi diketahui dengan tepat, begitu juga waktu pancaran fotonnya, sehingga gugurlah Prinsip Ketidakpastian.
Percobaan pikiran ini membuat Bohr kelimpungan. Semalam suntuk ia berupaya mencari kelemahan hujah Einstein tersebut. Pagi harinya Bohr menggambarkan kotak cahaya. Dengan gigih, ia mematahkan argumen Einstein: “Ketika foton dipancarkan terjadi sentakan yang menyebabkan ketidakpastian posisi jam dalam medan gravitasi bumi. Ini menyebabkan semacam ketidakpastian pencatatan waktu berdasarkan asumsi Teori Relativitas Umum”.
Einstein sejauh itu kalah dalam berbagai adu argumentasi dengan Bohr. Namun perseteruan berlanjut hingga tahun 1935—kala itu ia menetap di Amerika Serikat dan menjadi guru besar di Institute for Advanced Study, Princeton—ketika Einstein mengajukan sebuah paradoks yang sampai sekarang masih diperdebatkan. Bersama dua kolega mudanya, Boris Podolsky dan Nathan Rosen, ia mengajukan sebuah masalah yang terkenal dengan sebutan Paradoks EPR (Einstein-Podolsky-Rosen) untuk meruntuhkan Prinsip Ketidakpastian. Kalau ada sepasang partikel, misalnya A dan B, dalam keadaan tunggal atau kedua spinnya saling meniadakan (berpasangan). Keduanya bergerak saling menjauh dalam arah tertentu. Suatu ketika spin A ditemukan dalam keadaan ‘atas’. Karena kedua spin harus salingmeniadakan,makadalamarahyangsamaspin Bharusdalamkeadaan ‘bawah’. Fisika klasik sama sekali tidak mempersoalkan hal ini. Cukup disimpulkan bahwa spin B harus selalu ‘bawah’ sejak pemisahan. Masalahnya mulai tampak manakala Aliran Kopenhagen memperlakukan spin A selalu tak pasti sampai ia diukur dan harus mempengaruhi B seketika itu juga, yaitu mengatur agar spin B berpasangan dengannya. Ini berarti ada aksi pada jarak atau komunikasi yang lebih cepat dari kecepatan cahaya, yang tidak bisa diterima.
Einstein dan para koleganya mengusulkan apa yang disebut Prinsip Lokalitas sebagai jalan tengah paradoks ini, sehingga ia mengartikannya sebagai kealpaan Aliran Kopenhagen. Kalau sistem tersebut dipisahkan satu sama lain, pengukuran yang satu tentu tidak akan berpengaruh terhadap yang lain. “Jangan pernah lupakan Teori Relativitas Khusus saya: tidak ada yang lebih cepat dari cahaya”, demikian Einstein menegaskan.
Meskipun demikian, Bohr tetap tidak setuju terhadap konsep pemisahan tersebut. Ia segera mengingatkan Einstein dan semua penyokong sains bahwa mazhabnya selalu menegaskan bahwa mekanika kuantum sangat tidak memperbolehkan pemisahan antara pengamat dan yang diamati. Dua elektron dan pengamat adalah bagian dari satu sistem yang utuh. Jadi, percobaan EPR sama sekali tidak membuktikan ketidaklengkapan Teori Kuantum. “Sangat naif anggapan bahwa sistem atom dapat dipisah-pisah. Sekali dikaitkan, sistem atom tak akan pernah terpisahkan”, demikian Bohr menegaskan.
Berbagai percobaan, misalnya yang dikerjakan John Clauser di Berkeley (1978) dan Alain Aspect di Paris (1982), ternyata meruntuhkan Prinsip Lokalitas. Mereka menyimpulkan bahwa dunia ini bukanlah semata penampakan lokal, tapi juga didukung kenyataan non-lokal yang gaib dan tak terperantarai ruang-waktu, sehingga memungkinkan interaksi yang lebih cepat dari cahaya, bahkan seketika. Contoh populer dari fenomena non-lokal adalah voodoo, ESP (Extra Sensory Perseption) atau yang biasa dikenal persepsi luar sadar. Pertanyaan yang tersisa, jika non-lokalitas betul-betul sahih, bagaimana kita bisa menerima konsep-konsep “tak masuk akal” dan fenomena-fenomena gaib? 

MENYINGKAP ALAM GHAIB 2

alam ghaib
MENYINGKAP ALAM GHAIB 2
3.    Seorang hamba dengan Ilmu dan Kehendak Allah s.w.t berpotensi dapat melihat dan mengetahui alam gaib.
Ketika  Nabi s.a.w bermi’roj dengan dikawal malaikat Jibril, Beliau dipertontonkan oleh Allah s.w.t kepada alam gaib. Yakni keadaan di surga, di neraka dan keadaan-keadaan yang akan menimpa umatnya di masa yang akan datang. Dengan ini menunjukkan bahwa yang dimaksud alam gaib itu bukan alam Jin atau alam Malaikat dan bahkan alam Ruh (ruhaniah), semua itu sesungguhnya merupakan alam yang masih berada di dalam dimensi alam Syahadah walau berada pada dimensi yang berbeda dari bagian dimensi yang ada di dunia. Yang dimaksud dengan alam gaib adalah masa yang belum terjadi atau alam yang akan datang.
Surga dan Neraka dikatakan gaib karena keberadaannya setelah hari kiamat. Mati dikatakan gaib karena datangnya pada waktu yang akan datang. Jadi, hikmah terbesar dari perjalanan ruhani manusia dengan mengadakan pengembaraan ruhaniah (bertawasul) untuk berisro’ mi’roj kepada Allah s.w.t dengan ruhaninya, adalah terbukanya hijab-hijab basyariah sehingga dengan matahatinya atau firasatnya yang tajam manusia dapat mengetahui alam gaib atau apa-apa yang akan terjadi pada dirinya.
Kejadian-kejadian yang terjadi pada masa dahulu dan yang akan datang dikatakan gaib. Alam barzah dan alam akherat, tentang neraka, tentang shiroth, semuanya dikatakan gaib karena kejadiannya pada masa yang akan datang. Demikian pula sejarah-sejarah para Nabi terdahulu dikatakan gaib, karena terjadi pada masa lampau. Allah s.w.t telah menyatakan dengan firman-Nya:

ذَلِكَ مِنْ أَنْبَاءِ الْغَيْبِ نُوحِيهِ إِلَيْكَ وَمَا كُنْتَ لَدَيْهِمْ

“Yang demikian itu adalah sebagian dari berita-berita gaib yang kami wahyukan kepada kamu (Ya Muhammad) padahal kamu tidak hadir beserta mereka” . (QS. Ali Imran; 3/44)
Tidak ada yang mengetahui hal yang gaib kecuali hanya Allah s.w.t. Kalau ada seseorang ingin mengetahuinya, maka jalannya hanya satu yaitu dengan mengimani apa-apa yang sudah disampaikan oleh Wahyu Allah s.w.t, kemudian ditindaklanjuti dengan amal ibadah (mujahadah dan riyadhah). Selanjutnya, apabila Allah s.w.t menghendaki, maka orang tersebut akan dibukakan matahatinya. Allah s.w.t telah mengisyaratkan demikian dengan firman-Nya:

وَعِنْدَهُ مَفَاتِحُ الْغَيْبِ لَا يَعْلَمُهَا إِلَّا هُوَ

“Dan pada sisi Allahlah Kunci-kunci semua yang gaib, tidak ada yang mengetahuinya kecuali Allah”. (QS. al-An’am;  6/59)
Apa yang akan terjadi dalam waktu satu jam mendatang dikatakan gaib. Karena tidak ada yang dapat mengetahuinya kecuali hanya Allah s.w.t. Kalau ada seseorang yang mempunyai firasat tajam kemudian dia seakan-akan mengetahui apa-apa yang akan terjadi, hal itu bisa terjadi, karena yang demikian itu dia melihat dengan “Nur Allah”. Demikianlah yang disebutkan di dalam sabda Rasulullah s.a.w, yang artinya:”Takutlah kamu akan firasatnya orang-orang yang beriman, karena sesungguhnya dia melihat dengan Nur Allah”.
Kadang-kadang hanya dengan kekuatan cinta, firasat seseorang bisa menjadi tajam kepada orang yang dicintainya. Seorang ibu misalnya, yang sedang jauh dengan anaknya, kadang-kadang tanpa sebab, ibu itu mengalami perasaan yang gundah-gulana, ketika dia mencoba menghubungi anaknya, ternyata anaknya sedang sakit. Kalau kekuatan cinta antara sesama makhluk saja—bahkan kadang terjadi dalam kondisi yang masih haram misalnya, mampu menjadikan tajamnya firasat, apalagi cinta seorang hamba terhadap Tuhannya.
Seorang hamba yang selalu bertafakkur, memikirkan Kekuasaan dan Kebesaran Allah s.w.t hal tersebut semata-mata terbit dari dorongan rasa cinta dan rindunya, hatinya akan menjadi bersih dari kotoran-kotoran yang menempel, bersih dari hijab-hijab yang menutupi dinding penyekat alam batinnya sehingga pada gilirannya matahatinya akan menjadi cemerlang dan tembus pandang. Demikian itu telah ditegaskan Allah s.w.t dengan firman-Nya:

وَالَّذِينَ جَاهَدُوا فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا وَإِنَّ اللَّهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِينَ

“Orang-orang yang bermujahadah di jalan Kami, benar-benar akan Kami tunjuki kepada mereka jalan-jalan Kami”. (QS. al-Ankabut; 29/69)
Apa saja yang terjadi di waktu yang akan datang, dari urusan rizki, urusan jodoh, urusan mati dan sebagainya, baik penderitaan ataupun kebahagiaan, yang terjadi di dalam kehidupan dunia maupun kehidupan akherat, semua itu dikatakan hal yang gaib, karena tidak ada yang mengetahuinya kecuali hanya Allah. Adapun Jin dan Malaikat dan bahkan Ruh atau ruhaniah tidaklah termasuk dari golongan Alam Gaib dalam arti yang disebut Metafisika akan tetapi termasuk dari golongan Alam Syahadah atau yang disebut Alam Fisika, hanya saja fisiknya berbeda dengan fisik manusia. Bau harum misalnya, walau tidak tampak fisiknya, tidak termasuk Alam Gaib tapi Alam Syahadah, atau alam yang bisa dirasakan, hanya saja untuk merasakannya membutuhkan alat, dan alat itu ialah indera penciuman.
Seandainya ada seseorang yang tidak mempunyai indera penciuman atau indera penciumannya sedang rusak misalnya. Walaupun orang lain dapat merasakan bau harum, dia tidak, yang demikian itu bukan karena bau harum itu tidak ada, tapi karena indera penciuman orang tersebut sedang tidak berfungsi. Demikian juga terhadap suara, akan tetapi untuk merasakan suara membutuhkan alat yang berbeda. Kalau merasakan bebauan dengan alat hidung, maka merasakan suara dengan alat telinga. Orang tidak bisa merasakan bau harum dengan telinga dan suara dengan hidung, masing-masing harus dirasakan dengan alat yang sudah dipersiapkan Allah s.w.t menurut kebutuhan kejadiannya. Seperti itu pulalah keadaan yang ada pada dimensi yang lain, dimensi jin, dimensi malaikat dan bahkan dimensi ruhaniah.
Jin dan malaikat misalnya, sebenarnya mereka juga adalah makhluk fisik, bukan metafisika. Asal kejadian fisik jin diciptakan dari api, sedang fisik malaikat diciptakan dari cahaya. Sebagaimana manusia yang asal kejadiannya diciptakan dari tanah, bentuk kejadian selanjutnya tidaklah tanah lagi, melainkan terdiri dari tulang dan daging, maka demikian juga yang terjadi terhadap makhluk jin dan malaikat.
Meskipun fisik jin diciptakan dari api dan malaikat diciptakan dari cahaya, kejadian selanjutnya tidaklah api dan cahaya lagi, tapi dalam bentuk fisik tertentu yang oleh Allah s.w.t telah ditetapkan tidak bisa dirasakan dengan indera mata manusia. Namun demikian, bentuk fisik jin dan malaikat itu boleh jadi bisa dirasakan oleh manusia dengan indera yang lain selain indera mata. Indera tersebut bisa disebut dengan nama atau istilah apa saja, indera keenam misalnya, atau dengan istilah-istilah atau nama – nama yang lain.
Semisal suara telah ditetapkan oleh Allah s.w.t tidak bisa dirasakan oleh hidung, tapi harus didengar oleh telinga, maka telinga atau hidung hanyalah istilah-istilah yang ditetapkan bagi alat perasa yang dimaksud supaya manusia dapat dengan mudah memahami atau mengenal terhadap alat perasa tersebut. Allah s.w.t berfirman:

إِنَّهُ يَرَاكُمْ هُوَ وَقَبِيلُهُ مِنْ حَيْثُ لَا تَرَوْنَهُمْ

“Sesungguhnya ia (setan jin) dan pengikut-pengikutnya melihat kamu, dari dimensi yang kamu tidak bisa melihatnya “. (QS. 7; 27)
Bukan berarti manusia tidak dapat mengobservasi atau berinteraksi dengan jin karena jin berada pada dimensi yang di atasnya, akan tetapi hanya saja untuk mengobserfasi atau berinteraksi dengan jin itu manusia tidak bisa dengan mempergunakan indera mata. Sebagaimana berinteraksi dengan suara tidak bisa mempergunakan indera hidung, akan tetapi harus mempergunakan alat perasa yang lain yang sesuai menurut kebutuhannya.
Allah s.w.t menghendaki manusia tidak dapat melihat jin, karena sesungguhnya matanya sedang tertutup oleh hijab-hijab basyariah. Ketika penutup mata itu dibuka, maka penglihatan manusia akan menjadi tajam. Artinya mempunyai kekuatan untuk tembus pandang sehingga saat itu manusia dapat merasakan alam-alam yang ada di sekitarnya. Allah s.w.t telah menegaskan hal itu dengan firman-Nya:

فَكَشَفْنَا عَنْكَ غِطَاءَكَ فَبَصَرُكَ الْيَوْمَ حَدِيدٌ

“Maka Kami singkapkan dari padamu tutup (yang menutupi) matamu, maka penglihatanmu   pada hari itu menjadi amat tajam “. (QS.Qaaf.; 50/22).
Istilah yang dipergunakan Allah s.w.t untuk membuka penutup penglihatan manusia di dalam ayat di atas adalah firman-Nya: فكشفنا عنك غطاءك   “Fakasyafnaa ‘anka ghithooaka” Kami singkapkan darimu penutup matamu, atau penutupnya dihilangi, atau hijabnya dibuka. Ketika manusia tidak dapat berinteraksi dengan dimensi yang lain berarti karena penglihatannya sedang ada penutupnya. Oleh karena itu ketika penutup itu dibuka, maka penglihatannya menjadi tajam atau tembus pandang. Ini adalah rahasia besar yang telah menguak sebuah misteri tentang alam-alam yang ada di sekitar alam manusia.
Bahwa jalan untuk menjadikan mata manusia menjadi tembus pandang supaya kemudian manusia mampu berinteraksi dengan dimensi yang lain,—dengan istilah melihat jin misalnya, adalah hanya dengan mengikuti tata cara yang berkaitan dengan istilah di atas. Tata cara itu ialah dengan jalan melaksanakan mujahadah di jalan Allah. Sebagaimana yang telah disampaikan Allah s.w.t dalam firman-Nya di atas, QS. 29/69 yang artinya: “Dan orang-orang yang bermujahadah di jalan Kami, benar-benar akan Kami tunjuki kepada mereka jalan-jalan Kami”.( QS. 29; 69)
Allah s.w.t yang menciptakan Hukum Alam secara keseluruhan. Maka hanya Allah s.w.t pula yang mampu merubahnya. Seandainya seorang hamba menginginkan terjadi perubahan terhadap hukum-hukum tersebut, maka tidak ada cara lain, dia harus tunduk dan mengikuti hukum-hukum yang sudah ditetapkan pula, meskipun perubahan yang dimaksud tersebut, juga merupakan sunnah yang sudah ditetapkan.
“Mujahadah di jalan Allah”, adalah suatu istilah untuk menyebutkan sesuatu yang dimaksud. Atau nama dari suatu tata cara bentuk sarana untuk mendapatkan petunjuk dari Allah s.w.t. Supaya dengan itu penutup mata manusia dibuka sehingga penglihatannya menjadi tajam. Sedangkan hakekat mujahadah sebagaimana yang dikehendaki oleh Allah s.w.t, hanya Allah s.w.t yang mengetahuinya. Oleh karena itu, kewajiban seorang hamba yang menginginkan terjadinya perubahan-perubahan atas dirinya supaya usahanya dapat berhasil dengan baik, yang harus dikerjakan ialah, terlebih dahulu dia harus mengetahui dan mengenal dengan benar terhadap apa yang dimaksud dengan istilah mujahadah itu.
Oleh karena yang dinamakan mujahadah tersebut tidak hanya berkaitan dengan aspek ilmu pengetahuan saja, melainkan juga amal atau pekerjaan, bahkan mujahadah adalah ibarat kendaraan yang akan dikendarai manusia untuk menyampaikannya kepada tujuan, maka cara mengenalnya, lebih-lebih cara mengendarainya, seseorang harus melalui tahapan praktek dan latihan. Untuk kebutuhan ini—seorang hamba yang akan melaksanakan mujahadah harus dibimbing seorang guru ahlinya. Allohu A’lam.

Alam Ghaib Menurut Islam

ImageAlam dibedakan atas alam ghaib (seperti Allah, malaikat, jin, surga, dan neraka) dan alam tampak. Ghaib menurut bahasa berarti yang tidak tampak. Allah-lah yang paling mengetahui kedua alam tersebut. “Dialah Allah yang tidak ada ilah kecuali Dia, yang mengetahui yang ghaib dan yang tampak (QS Al-Hasyr : 22)”. “Sesungguhnya Aku mengetahui segala yang ghaib di langit dan di bumi dan Aku mengetahui apa yang kalian tampakkan dan apa yang kalian sembunyikan (QS Al-Baqarah : 33)”.
Kita harus beriman kepada yang ghaib. “Kitab ini tidak ada keraguan didalamnya sebagai petunjuk bagi orang-orang yang bertaqwa. Yaitu mereka yang beriman kepada yang ghaib … (QS Al-Baqarah : 2-3)”. Tetapi kita hanya bisa mengetahui yang ghaib secara benar dengan cara ikhbari, yakni sejauh apa yang dikemukakan oleh Allah dan Rasul-Nya (Al-Qur’an dan As-Sunnah).
Alam ghaib yang diciptakan oleh Allah merupakan ujian bagi manusia selama dia hidup di dunia. Manusia diuji apakah ketika di dunia dia beriman kepada Allah, Hari Akhir, surga, neraka, pahala akhirat dan sebagainya – yang mana semuanya itu tidak tampak – ataukah dia mengingkarinya.

Malaikat
Malaikat merupakan tentara-tentara Allah yang ditugaskan untuk urusan-urusan tertentu. Diantara malaikat-malaikat Allah kita mengenal antara lain malaikat yang sepuluh, delapan malaikat yang mengusung Arsy Allah (QS Al-Haaqqah : 17), dan malaikat-malaikat yang ditugaskan untuk menolong orang-orang mukmin yang sedang berjihad (QS Al-Anfal : 9).
Sifat-sifat malaikat :
1)Memiliki dua, tiga, atau empat sayap (QS Faathir : 1), kecuali Jibril - yang merupakan malaikat yang paling besar -  memiliki 600 atau 700 sayap (Shahih Al-Bukhari). 
2)Suka berkumpul di majelis-majelis dzikir / ilmu sembari memohonkan ampun bagi yang ada disitu dan mengepak-ngepakkan sayap mereka sebagai tanda ridha. 
3)Merupakan tentara-tentara Allah yang tidak pernah bermaksiat (membangkang) atas perintah Allah kepada mereka dan senantiasa mengerjakan apa yang diperintahkan oleh Allah kepada mereka. 
4)Tidak menikah, tidak makan, dan tidak minum. 
5)Tidak memasuki rumah yang didalamnya terdapat patung-patung atau gambar-gambar yang diharamkan. 
6)Menyukai tempat-tempat yang bersih.

Jin
ImageJin dan manusia yang dua makhluq Allah yang dibebani dengan syariat agama, sehingga dikenai pahala dan siksa. Semua jin bisa meninggal dunia kecuali Iblis dan keturunannya yang ditangguhkan kematiannya sampai Hari Kiamat. Iblis dahulunya juga jin tetapi setelah menolak sujud kepada Adam atas perintah Allah, ia beserta keturunannya dilaknat oleh Allah. Jadi Iblis dan keturunannya kafir seluruhnya, berbeda dengan jin yang terdiri atas mukmin dan kafir. Jin yang kafir ini sering juga disebut sebagai syaithan karena memiliki sifat yang serupa. Disamping itu, istilah syaithan juga dipakai untuk manusia yang memiliki sifat-sifat syaithan. Adapun jin yang muslim, sebagaimana manusia, ada yang benar-benar taat dan ada pula yang suka berbuat maksiat.
Syaithan dan jin menikah, makan, dan juga minum. Keduanya tingal di alam yang tidak terlihat oleh manusia, tetapi mereka bisa melihat manusia. Tetapi jika mereka menampakkan diri di alam tampak dalam wujud alam tampak maka manusia bisa melihat mereka.
Syaithan dan jin yang ingkar menyukai tempat-tempat yang kotor dan juga rumah-rumah yang tidak dibacakan Al-Qur’an didalamnya dan rumah-rumah yang penghuninya tidak pernah berdzikir kepada Allah.

Qarin (Pendamping) Manusia
Allah telah menetapkan bahwa setiap manusia didampingi oleh seorang malaikat (yang senantiasa mengajak kepada kebaikan) dan seorang jin kafir (yang senantiasa mengajak kepada keburukan). Semua jin yang menjadi qarin manusia adalah kafir kecuali jin qarin Rasulullah yang telah diislamkan oleh Allah.

Interaksi antara Jin dan Manusia
1)Dari sisi penciptaan, manusia lebih baik dan lebih mulia daripada jin. “Sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dalam sebaik-baik penciptaan (QS At-Tiin)”. “Dan sungguh Kami telah memuliakan keturunan Adam (manusia) … (QS Al-Isra’)”.   
2)Rasul-rasul Allah adalah dari kalangan manusia. Tetapi jin tetap bisa mendengarkan dakwah mereka karena jin bisa melihat dan mendengarkan mereka dari alam mereka.  
3)Dalam syariat Nabi Muhammad saw, kita dilarang untuk meminta perlindungan dan meminta pertolongan kepada jin, meskipun dalam perkara kebaikan. “Dan terdapat sekelompok manusia yang meminta perlindungan kepada sekelompok jin sehingga para jin itu menjadi semakin congkak (QS Al-Jin)”.    4)Islam mengharamkan pernikahan antara jin dan manusia.

Tentang Peramalan
Syaithan senantiasa berusaha untuk mencuri berita langit dengan cara saling berpikul-pikulan diantara mereka sehingga yang diatas menyampaikan kepada yang dibawahnya. Jika telah sampai pada syaithan yang paling bawah maka syaithan tersebut akan menyampaikannya pada tukang ramal (dukun). Tetapi setiap kali mereka berusaha mencuri berita langit itu, Allah menjadikan suluh-suluh api yang menyambar mereka. Sebagian besar usaha pencurian mereka senantiasa gagal tetapi jika sekali saja mereka berhasil mencuri maka satu berita benar itu akan dibungkus dengan 99 kedustaan dan kebatilan.

Tentang Sihir
Sihir merupakan salah satu dosa besar. Dalam hukum Islam, pelaku sihir harus dihukum mati. Sihir ada yang berupa tipuan pandangan mata dan ada pula yang menyakiti orang lain.

Pintu-Pintu Penyebab Campur Tangan Jin di Alam Manusia
Faktor-faktor penyebab campur tangan dan gangguan jin di alam manusia melalui berbagai pintu, antara lain:
a. Pintu kelemahan kondisi psikologis (kejiwaan) seperti : Perasaan takut sekali, sedih sekali, marah sekali, kelalaian hati dari zikrudllah  dan semacamnya
b. Pintu memperturutkan hawa nafsu di tengah maraknya berbagai kemaksiatan.
c. Pintu bid'ah dengan segala macam dan tingkatannya yang tersebar di tengah - tengah masyarakat.
d. Pintu dunia perdukunan, peramalan dan sejenisnya.
e. Pintu dunia beladiri dan olah kanoragan dengan menggunakan tenaga dalam.
f. Pintu dunia olah pernafasan, meditasi dan semacamnya.
g. Pintu dunia pengobatan alternatif supranatural.
h. Kencederungan umum masyarakat kepada dunia klenik, mistik dan misteri. 
i. Dan lain - lain.

Tentang Ruqyah Syar’iyah
ImageDefinisi: Ruqyah Syar'iyah adalah sebuah terapi syar'i dengan cara pembacaan ayat-ayat suci Al-Qur'an dan do'a-do'a perlindungan yang bersumber dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, yang dilakukan seorang muslim, baik dengan tujuan untuk penjagaan dan perlindungan diri sendiri atau orang lain dari pengaruh jahat pandangan mata (al-'ain) manusia dan jin, kerasukan, pengaruh sihir, gangguan kejiwaan, berbagai penyakit fisik dan lain-lain; Maupun dengan tujuan untuk pengobatan dan penyembuhan bagi orang yang terkena salah satu diantara jenis-jenis gangguan dan penyakit tersebut.
Penting: Istilah Ruqyah disertai kata Syar'iyah dimaksudkan bahwa, terapi ini dalam pelaksanaannya harus murni semurni-murninya sesuai dengan batasan-batasan Syari'ah Islam yang berdasarkan Al-Qur'an dan As-Sunnah. Dan hal itu baik dalam kemurnian Aqidah, niat dan tujuan, muatan dan isi, maupun tata cara pelaksanaan. Jadi harus bersih sebersih-bersihnya dari unsur-unsur campuran yang tidak berdasar (bid'ah) dan yang melanggar hukum Syara'.

Urgensi Ruqyah Syar'iyah
1. Menghidupkan sunnah Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam  dalam hal penjagaan dan perlindungan diri serta terapi pengobatan penyakit jiwa maupun  fisik.
2. Minimnya pembentengan diri dengan wirid - wirid dan dzikir- dzikir syar'i, sehingga banyak kalangan yang berpeluang terkena pengaruh buruk pandangan mata kedengkian  manusia dan jin.  Disamping banyaknya korban kejahatan dunia sihir dan perdukunan.

Perisai Diri
1. Secara umum, jagalah ketaatan dan jauhi kemaksiatan.
2. Peliharalah sholat fardhu dan juga sholat-sholat nafilah, khususnya sholat rawatib, qiyamul lail (minimal witir) dan sholat dhuha.
3. Perbanyaklah membaca Al-Qur'an setiap hari, khususnya pada malam hari, dan lebih afdhal jika disertai dengan membaca terjemah tafsirnya untuk tadabbur.
4. Persempitlah jalan syaithan dalam diri dengan banyak berpuasa, minimal  tiga hari setiap bulan.
5. Basahi lidah  dan bibir dengan banyak berdzikir, baik dzikir secara khusus pada kesempatan-kesempatan tertentu maupun dzikir secara umum seperti bertasbih, bertahmid, bertakbir, bertahlil, bershalawat, dan lain-lain.
6. Jagalah wirid dzikir pagi dan petang dengan Al-Ma'tsurat atau lainnya yang bersumber dari Al-Qur'an dan As-Sunnah.
7. Bekali diri dengan ilmu yang shahih berdasarkan Al-Qur'an dan As-Sunnah sesuai manhaj as-salaf ash-shalih, dengan banyak membaca, konsultasi, mengikuti kajian-kajian Islam secara manhaji, dan lain-lain; khususnya dalam tema-tema aqidah, tazkiyatunnafs, tafsir Al-Qur'an, dan Al-Hadits.
8. Jauhilah kebiasaan melamun dan mengkhayal, serta hindarkan pikiran dari hal-hal yang membebani sampai membuat gelisah, sedih, takut, tertekan, marah, putus asa, dan lain-lain.
9. Pertahankan diri selalu berada di tengah lingkar pertemanan dan kebersamaan islami yang istiqamah.
10. Sering-seringlah bermuhasabah diri diikuti taubat dan istighfar.
11. Usahakan selalu dalam keadaan suci (berwudhu).
12. Tidurlah secara islami (sesuai Sunnah), dengan cara :
a.Niat (tidur dengan sengaja).  
b.Berwudhu.
c.Membersihkan dan merapikan tempat tidur.
d.Membaca tasbih 33 kali, tahmid 33 kali dan takbir 34 kali.
e.Membaca Ayat Kursi dan dua ayat terakhir Surat Al-Baqarah.
f.Mendekatkan kedua telapak tangan ke mulut, meniup, dan membaca surat-surat: Al-Ikhlash, Al-Falaq, dan An-Naas, lalu mengusapkan pada anggota badan semerata mungkin. Dan ini dilakukan tiga kali.
g.Membaca doa tidur.
h.Tidur dengan cara berbaring miring ke kanan.
i.Jika bermimpi buruk hendaklah :
1) Meludah kecil ke sebelah kiri 3 kali.     
2) Berta'awwudz.  
3) Mengubah posisi tidur.      
4) Tidak menceritakannya.
5) Lebih baik jika bangun, berwudhu, lalu sholat.
j. Membaca doa bangun tidur.

Rahasia Alam Ghaib dalam Islam


Penglihatan manusia tentu tidak bisa menjangkau benda yang berada di balik tembok. Contoh kecil di atas menunjukkan betapa indera manusia mempunyai keterbatasan. Oleh karena itu, teramat naif jika ada orang-orang yang menolak hal-hal ghaib dengan mendewakan panca inderanya.
Merunut sejarahnya, secara psikologis, umat manusia –sejak dahulu kala– mempunyai keingintahuan yang besar terhadap segala sesuatu yang bersifat ghaib, khususnya bila berkaitan dengan peristiwa dan kejadian di masa datang. Saking penasarannya, terkadang mereka menyempatkan (baca: mengharuskan) diri untuk mendatangi tukang ramal; baik dari kalangan ahli nujum, dukun, ataupun ’orang pintar’. Ada kalanya dengan cara mengait-ngaitkan sesuatu yang dilihat ataupun didengar, dengan kesialan atau keberhasilan nasib yang akan dialaminya (tathayyur). Dan ada kalanya pula dengan meyakini ta’bir (takwil) mimpi yang diramal oleh orang pintar –menurut mereka. Tragisnya, orang yang dianggap mengerti akan hal ini justru mendapatkan posisi kunci di tengah masyarakatnya dan meraih gelar kehormatan semacam orang pintar dan ahli supranatural. Bahkan gelar kebesaran ‘wali’ pun acap kali disematkan untuk mereka. Wallahul musta’an.

Kondisi semacam ini tidak hanya terjadi pada masyarakat awam yang identik dengan buta huruf dan penduduk pedesaan semata. Namun kalangan ‘intelektual’ dan modernis pun ternyata turut terkontaminasi dengan itu semua. Tidaklah mengherankan jika kemudian berbagai macam ‘ilmu’ yang konon dapat menyingkap perkara-perkara ghaib meruak ke permukaan dan banyak dipelajari oleh sebagian masyarakat (belajar ilmu metafisika, Tenaga Dalam, Ilmu trawangan, Kasyaf “sufi”  dll) , meskipun dalam prakteknya kerap kali harus bekerja sama dengan jin (baca: setan).
Asy-Syaikh Abdurrahman bin Hasan Alusy Syaikh berkata: “Yang paling banyak terjadi pada umat ini adalah pemberitaan jin kepada kawan-kawannya dari kalangan manusia tentang berbagai peristiwa ghaib di muka bumi ini1. Orang yang tidak tahu (proses ini, -pen) menyangka bahwa itu adalah kasyaf dan karamah. Bahkan banyak orang yang tertipu dengannya dan beranggapan bahwa pembawa berita ghaib (dukun, paranormal, orang pintar dll, -pen) tersebut sebagai wali Allah, padahal hakekatnya adalah wali setan. Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

وَيَوْمَ يَحْشُرُهُمْ جَمِيْعًا يَامَعْشَرَ الْجِنِّ قَدِ اسْتَكْثَرْتُمْ مِنَ اْلإِنْسِ وَقَالَ أَوْلِيَاؤُهُمْ مِنَ اْلإِنْسِ رَبَّنَا اسْتَمْتَعَ بَعْضُنَا بِبَعْضٍ وَبَلَغْنَا أَجَلَنَا الَّذِي أَجَّلْتَ لَنَا قَالَ النَّارُ مَثْوَاكُمْ خَالِدِيْنَ فِيْهَا إِلاَّ مَا شَاءَ اللهُ إِنَّ رَبَّكَ حَكِيْمٌ عَلِيْمٌ

“Dan (ingatlah) akan suatu hari ketika Allah Subhanahu wa Ta’ala mengumpulkan mereka semua, (dan Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman): ‘Hai golongan jin (setan), sesungguhnya kalian telah banyak menyesatkan manusia’, lalu berkatalah kawan-kawan mereka dari kalangan manusia: ‘Ya Rabb kami, sesungguhnya sebagian dari kami telah mendapat kesenangan dari sebagian (yang lain) dan kami telah sampai pada waktu yang telah Engkau tentukan’. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: ‘Neraka itulah tempat tinggal kalian, dan kalian kekal abadi di dalamnya, kecuali bila Allah Subhanahu wa Ta’ala menghendaki (yang lain).’ Sesungguhnya Rabbmu Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui.” (Al-An’am: 128) (Fathul Majid, hal. 353)
Rahasia Alam Ghaib
Alam ghaib menyimpan rahasia tersendiri. Rahasia alam ghaib, ada yang Allah khususkan untuk diri-Nya semata dan tidak diberitakan kepada seorang pun dari hamba-Nya, sebagaimana dalam firman-Nya:

وَعِنْدَهُ مَفَاتِحُ الْغَيْبِ لاَ يَعْلَمُهَا إِلاَّ هُوَ وَيَعْلَمُ مَا فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ وَمَا تَسْقُطُ مِنْ وَرَقَةٍ إِلاَّ يَعْلَمُهَا وَلاَ حَبَّةٍ فِي ظُلُمَاتِ اْلأَرْضِ وَلاَ رَطْبٍ وَلاَ يَابِسٍ إِلاَّ فِيْ كِتَابٍ مُبِيْنٍ

“Dan hanya di sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib. Tak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan dia mengetahui apa yang ada di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula). Dan tidak jatuh sebutir biji pun dalam kegelapan bumi dan tidaklah ada sesuatu yang basah atau pun yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh).” (Al-An’am: 59)
Tentang hal ini, Nabi Nuh ‘alaihissalam berkata, sebagaimana dalam firman Allah:

وَلاَ أَقُوْلُ لَكُمْ عِنْدِي خَزَائِنُ اللهِ وَلاَ أَعْلَمُ الْغَيْب

“Dan aku tidak mengatakan kepada kalian (bahwa): ‘Aku mempunyai gudang-gudang rizki dan kekayaan dari Allah, dan aku tiada mengetahui yang ghaib’.” (Hud: 31)
Demikian pula Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam diperintahkan Allah untuk mengatakan:

قُلْ لاَ أَمْلِكُ لِنَفْسِي نَفْعًا وَلاَ ضَرًّا إِلاَّ مَا شَاءَ اللهُ وَلَوْ كُنْتُ أَعْلَمُ الْغَيْبَ لاَسْتَكْثَرْتُ مِنَ الْخَيْرِ وَمَا مَسَّنِيَ السُّوْءُ إِنْ أَنَا إِلاَّ نَذِيْرٌ وَبَشِيْرٌ لِقَوْمٍ يُؤْمِنُوْنَ

“Katakanlah: ‘Aku tidak mampu menarik kemanfaatan bagi diriku dan tidak (pula) menolak kemudharatan kecuali yang dikehendaki Allah. Dan sekiranya aku mengetahui yang ghaib, tentulah aku berbuat kebajikan sebanyak-banyaknya dan aku tidak akan ditimpa kemudharatan. Aku tidak lain hanyalah pemberi peringatan dan pembawa berita gembira bagi orang-orang yang beriman.” (Al-A’raf: 188)
Di antara perkara ghaib yang Allah Subhanahu wa Ta’ala khususkan untuk diri-Nya semata adalah apa yang terkandung dalam firman-Nya:

إِنَّ اللهَ عِنْدَهُ عِلْمُ السَّاعَةِ وَيُنَزِّلُ الْغَيْثَ وَيَعْلَمُ مَا فِي اْلأَرْحَامِ وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ مَاذَا تَكْسِبُ غَدًا وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ بِأَيِّ أَرْضٍ تَمُوْتُ إِنَّ اللهَ عَلِيْمٌ خَبِيْرٌ

“Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya semata pengetahuan tentang (kapan terjadinya) hari kiamat; dan Dia-lah Yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. Dan tiada seorang pun yang bisa mengetahui (dengan pasti) apa yang akan dia dapatkan di hari esok. Dan tiada seorang pun yang bisa mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (Luqman: 34)
Hal ini sebagaimana yang dinyatakan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika ditanya Malaikat Jibril tentang kapan terjadinya hari kiamat:

فِيْ خَمْسٍ لاَ يَعْلَمُهُنَّ إِلاَّ اللهُ. ثُمَّ تَلاَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ {إِنَّ اللهَ عِنْدَهُ عِلْمُ السَّاعَةِ} الآية

“…termasuk dari lima perkara (ghaib) yang tidak diketahui kecuali oleh Allah semata. Kemudian Nabi membaca ayat (dari surat Luqman tersebut,-pen.).” (HR Al-Bukhari dalam Shahih-nya no. 50, dari shahabat Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu)
Al-Imam Al-Qurthubi rahimahullahu berkata: “Berdasarkan hadits ini, tidak ada celah sedikit pun bagi seorang pun untuk mengetahui (dengan pasti) salah satu dari lima perkara (ghaib) tersebut. Dan Nabi telah menafsirkan firman Allah surat Al-An’am: 59 (di atas) dengan lima perkara ghaib (yang terdapat dalam Luqman: 34, -pen.) tersebut, sebagaimana yang terdapat dalam Shahih (Al-Bukhari, -pen.).” (Fathul Bari, karya Al-Hafizh Ibnu Hajar 1/150-151)
Di antara perkara ghaib, ada yang diberitakan Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada para Rasul yang diridhai-Nya, termasuk di antaranya Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Allah berfirman:

عَالِمُ الْغَيْبِ فَلاَ يُظْهِرُ عَلَى غَيْبِهِ أَحَدًا إِلاَّ مَنِ ارْتَضَى مِنْ رَسُوْلٍ

“(Dialah Allah Subhanahu wa Ta’ala) Yang Maha Mengetahui perkara ghaib, maka Dia tidak memperlihatkan kepada seorang pun tentang perkara ghaib itu, kecuali yang Dia ridhai dari kalangan Rasul.” (Al-Jin: 26-27)

وَمَا كَانَ اللهُ لِيُطْلِعَكُمْ عَلَى الْغَيْبِ وَلَكِنَّ اللهَ يَجْتَبِي مِنْ رُسُلِهِ مَنْ يَشَاءُ

“Dan Allah sekali-kali tidak akan memperlihatkan kepada kalian perkara-perkara ghaib, akan tetapi Allah memilih siapa saja yang dikehendaki-Nya di antara para Rasul-Nya.” (Ali Imran: 179)
Maka dari itulah, perkara ghaib tidak mungkin diketahui secara pasti dan benar kecuali dengan bersandar pada keterangan dari Allah dan Rasul-Nya. Lalu bagaimanakah dengan orang-orang yang mengaku mengetahui perkara ghaib tanpa bersandar kepada keterangan dari keduanya?
Al-Imam Al-Qurthubi rahimahullahu berkata: “Barangsiapa mengaku bahwa dirinya mengetahui perkara ghaib tanpa bersandar kepada keterangan dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka dia adalah pendusta dalam pengakuannya tersebut.” (Fathul Bari, karya Al-Hafizh Ibnu Hajar, 1/151)
Apakah jin (setan) mengetahui perkara ghaib? Jawabannya adalah: Tidak. Jin tidak mengerti perkara ghaib, sebagaimana yang Allah nyatakan:

فَلَمَّا قَضَيْنَا عَلَيْهِ الْمَوْتَ مَا دَلَّهُمْ عَلَى مَوْتِهِ إِلاَّ دَابَّةُ اْلأَرْضِ تَأْكُلُ مِنْسَأَتَهُ فَلَمَّا خَرَّ تَبَيَّنَتِ الْجِنُّ أَنْ لَوْ كَانُوا يَعْلَمُوْنَ الْغَيْبَ مَا لَبِثُوا فِي الْعَذَابِ الْمُهِيْنِ

“Maka tatkala Kami telah menetapkan kematian Sulaiman, tidak ada yang menunjukkan kepada mereka (tentang kematiannya) itu kecuali rayap yang memakan tongkatnya. Maka tatkala ia telah tersungkur, tahulah jin itu bahwa kalau sekiranya mereka mengetahui perkara ghaib tentulah mereka tidak akan berada dalam kerja keras (untuk Sulaiman) yang menghinakan.” (Saba`: 14)
Adapun apa yang mereka beritakan kepada kawan-kawannya dari kalangan manusia (dukun, paranormal, orang pintar, dll.) tentang perkara ghaib, maka itu semata-mata dari hasil mencuri pendengaran di langit2. Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

وَحَفِظْنَاهَا مِنْ كُلِّ شَيْطَانٍ رَجِيمٍ. إِلاَّ مَنِ اسْتَرَقَ السَّمْعَ فَأَتْبَعَهُ شِهَابٌ مُبِيْنٌ

“Dan Kami menjaganya (langit) dari tiap-tiap setan yang terkutuk. Kecuali setan yang mencuri-curi (berita) yang dapat didengar (dari malaikat) lalu dia dikejar oleh semburan api yang terang.” (Al-Hijr: 17-18)
Hikmah Tertutupnya Tabir Alam Ghaib bagi Umat Manusia
Para pembaca, tidaklah Allah Subhanahu wa Ta’ala memutuskan dan menentukan suatu perkara kecuali (pasti) selalu ada hikmah di baliknya. Demikian pula halnya dengan alam ghaib, yang tabirnya tertutup bagi umat manusia. Di antara hikmahnya adalah sebagai ujian bagi umat manusia, apakah mereka termasuk orang yang beriman dengan perkara ghaib yang Allah dan Rasul-Nya beritakan tersebut, ataukah justru mengingkarinya?!
Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin berkata: “Bahwasanya alam barzah (kubur) termasuk perkara ghaib yang tidak bisa dijangkau oleh panca indera. Jika bisa dijangkau oleh panca indera, niscaya tidak ada lagi fungsi keimanan terhadap perkara ghaib (yang Allah dan Rasul-Nya beritakan, -pen.), dan tidak ada lagi perbedaan antara orang-orang yang mengimaninya dengan yang mengingkarinya.” (Syarh Tsalatsatil Ushul, hal. 109)
Di antara hikmahnya pula adalah untuk keseimbangan hidup umat manusia antara suka dan duka, cemas dan harapan di dalam mengarungi kehidupan dunia ini. Cobalah anda renungkan, bagaimanakah jika seandainya setiap orang mengetahui semua yang akan terjadi? Tentu kehidupannya akan sangat kacau dan tidak mendapatkan ketentraman. Bagaimana tidak?! Ketika seseorang mengetahui dengan pasti bahwa akhir hidupnya adalah menderita, baik karena ditimpa penyakit kronis, kecelakaan, dibunuh, dan lain sebagainya. Tentu hidupnya akan diselimuti dengan duka dan kecemasan. Si sakit misalnya, ketika mengetahui dengan pasti bahwa dia akan mati karena sakitnya itu (dengan izin Allah Subhanahu wa Ta’ala) dan tidak ada lagi harapan untuk hidup, tentunya keputus-asaanlah yang selalu merundungnya. Akan tetapi ketika dia tidak mengetahuinya dengan pasti, maka harapan untuk menikmati hari esok masih terbentang di hadapannya dan proses pengobatan pun akan selalu diupayakannya.
Ketika umat manusia mengetahui segala yang terjadi di alam ghaib, bisa melihat malaikat dan jin (setan) dalam wujud aslinya, bisa mengetahui orang-orang yang diadzab di kubur dan sejenisnya, niscaya ketenangan hidup tidak akan didapatkannya. Demikian pula ketika masing-masing orang mengetahui dengan pasti apa yang tersimpan di hati selainnya, maka kehidupan ini akan terasa sebagai belenggu yang memberatkan. Karena berbagai keburukan yang ada pada hati masing-masing orang dapat dirasakannya.
Di lain kondisi, ketika seseorang mengetahui dengan pasti bahwa dia selalu beruntung, niscaya hal itu bisa menjadikan dia sombong dan bersikap semena-mena terhadap sesamanya. Tidaklah Allah menutup tabir rahasia alam ghaib kepada kita, kecuali karena kasih sayang dan kebijaksanaan-Nya yang tiada tara. Sehingga sudah seharusnya bagi kita untuk mensyukuri apa yang ditentukan-Nya tersebut.
Fenomena Umat tentang Alam Ghaib
Para pembaca, tentunya anda sering mendengar info seputar alam ghaib dan berbagai peristiwanya. Lebih-lebih belakangan ini, ketika ‘misteri alam ghaib’ benar-benar dipromosikan dan dijadikan ajang komoditi bisnis yang cukup menjanjikan. Dengan sekian bumbu klenik dan racikan mistiknya, maka tersajilah aneka menu yang kental dengan bau syirik dan khurafat. Tak luput…akhirnya televisi, surat kabar, dan media cetak/elektronik lainnya pun menjadi publik mediator modernnya.
Sementara di lain pihak, ada orang-orang yang mengingkari perkara ghaib. Dasar pemikiran mereka bertumpu pada keilmuan (baca: akal) semata tanpa mempedulikan norma-norma keimanan. Nyaris, sikap mengedepankan akal daripada dalil sam’i baik dari Al-Qur`an maupun hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjadi simbol mereka. Tak pelak, akhirnya terjerumus pula ke dalam jurang kesesatan dikarenakan pengingkaran mereka terhadap perkara-perkara ghaib yang telah diberitakan Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya tersebut. Mereka terbagi menjadi tiga kelompok3:
1. Orang-orang yang mengingkari semua perkara ghaib, termasuk adanya Allah Subhanahu wa Ta’ala Pencipta alam semesta ini. Mereka adalah kaum atheis (komunis) dari kalangan Dahriyyah (yang menyatakan bahwa alam semesta ini tercipta dengan sendirinya, -pen.). Demikian pula orang-orang yang menapak jejak mereka dari kalangan atheis Sufi semacam Ibnu Arabi At-Tha`i penulis kitab Fushusul Hikam dan cs-nya yang mengklaim bahwa wujud ini hanya satu, dan hakekat wujud Allah adalah semua yang ada di alam semesta ini (yakni menyatu dengan makhluk), yang hakekat dari pemikiran tersebut adalah peniadaan Dzat Allah Subhanahu wa Ta’ala. Kemudian mereka campakkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan apa yang beliau bawa, dengan suatu estimasi bahwa kewalian lebih baik dari kenabian dan khatimul auliya` (penutup para wali) lebih utama dari khatimul anbiya` (penutup para Nabi), bahkan dari semua Nabi.
2. Ahlul wahmi wat takhyil, yaitu orang-orang yang menyatakan bahwasanya para Nabi telah memberitakan tentang Allah Subhanahu wa Ta’ala, hari kiamat, surga dan neraka, bahkan malaikat, dengan gambaran yang tidak sesuai dengan kenyataannya. Para Nabi tersebut menggambarkan kepada manusia (tentang semua itu) dari khayalan mereka; bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala bertubuh besar, tubuh manusia akan dibangkitkan di hari kiamat, manusia akan mendapat kenikmatan dan merasakan adzab, padahal kenyataannya tidak demikian. Kedustaan ini, mereka (para Nabi) lakukan demi kamashlahatan umat, karena tidak ada cara yang lebih mendatangkan mashlahat dalam mendakwahi mereka kecuali dengan cara tersebut. Inilah pemikiran Ibnu Sina dan yang sejalan dengannya.
3. Ahlut tahrif wat ta`wil, yaitu orang-orang yang menyatakan bahwasanya para Nabi tidaklah memaksudkan (baca: memberitakan) kecuali sesuatu yang memang benar adanya, hanya saja kenyataan yang sebenarnya dari semua itu adalah apa yang bisa dijangkau oleh akal. Inilah pemikiran ahli kalam dan selainnya dari kalangan Mu’tazilah, Kullabiyyah, Salimiyyah, Karramiyyah, Syi’ah dll.
Dari sini, jelaslah bagi kita bahwa sikap mengedepankan akal atas dalil sam’i baik dari Al-Qur`an maupun hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam permasalahan semacam ini tidak bisa dibenarkan, bahkan sangat berbahaya. Asy-Syahrastani berkata: “Ketahuilah, bahwasanya syubhat pertama yang menimpa makhluk adalah syubhat iblis -la’natullah-. Pemicunya adalah mengedepankan akal daripada nash, dan mengekor hawa nafsu untuk menentang perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala serta kesombongannya terhadap bahan yang Allah ciptakan darinya (yakni api) atas bahan yang Allah ciptakan darinya Adam ‘alaihissalam (tanah liat).” (Al-Milal wan Nihal, hal. 14)
Bahkan perumpaan akal yang ‘didewakan’ itu; “Laksana fatamorgana di tanah yang datar, yang disangka air oleh orang yang dahaga, tetapi bila didatangi ‘air itu’, dia tidak mendapatinya sedikit pun Dan didapatinya (ketetapan) Allah di sisinya, lalu Allah memberikan kepadanya perhitungan amal-amal dengan cukup dan Allah adalah sangat cepat perhitungan-Nya. Atau laksana kegelapan yang gulita di lautan yang dalam, yang diliputi oleh ombak, dan di atasnya ombak (pula), di atasnya (lagi) awan; gelap gulita yang tindih bertindih. Apabila dia mengeluarkan tangannya, tiadalah dia dapat melihatnya, (dan) barangsiapa yang tiada diberi petunjuk Allah Subhanahu wa Ta’ala tiadalah dia mempunyai cahaya sedikit pun.” (An-Nur: 39 dan 40)
Hal ini sebagaimana pengakuan Abu Abdillah Ar-Razi, salah seorang tokoh mereka (Mu’tazilah):
Kesudahan mengedepankan akal adalah belenggu.4
Dan kebanyakan upaya (hasil pemikiran) para intelek itu adalah kesesatan
Ruh-ruh kami terasa amat liar di dalam tubuh-tubuh kami
Dan hasil dari kehidupan dunia kami adalah gangguan dan siksaan (batin)
Tidaklah didapat dari penelitian yang kami lakukan sepanjang masa
Melainkan kumpulan statemen-statemen (yang tak menentu)
Aku (Ar-Razi) telah memperhatikan dengan seksama berbagai seluk-beluk ilmu kalam dan metodologi filsafat, maka kulihat semua itu tidaklah dapat menyembuhkan orang yang sakit dan tidak pula memuaskan orang yang dahaga, dan (ternyata) metode yang paling tepat adalah metode Al-Qur`an.” (Lihat Dar`u Ta’arudhil Aqli Wan Naqli, karya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah 1/160)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata: “Engkau akan mendapati kebanyakan para intelek di bidang ilmu kalam, filsafat dan bahkan tasawuf, yang tidak mengindahkan apa yang dibawa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, sebagai orang-orang yang bingung. Sebagaimana yang dikatakan Asy Syahrastani:
“Sungguh aku telah keliling ke ma’had-ma’had (filsafat) tersebut
Dan seluruh pandanganku tertuju kepada mercusuar-mercusuarnya
Namun, tak kulihat padanya kecuali orang yang bingung sambil bertopang dagu
Dan orang yang menyesal sambil menggemertakkan giginya.”
(Dar`u Ta’arudhil Aqli Wan Naqli, 1/159)
Sikap Ahlus Sunnah wal Jamaah Terhadap Alam Ghaib
Para pembaca, Islam adalah rahmat bagi semesta alam. Agama sempurna dan penyempurna bagi ajaran para Nabi sebelum Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, agama yang telah memadukan antara konsep keilmuan yang benar dengan konsep keimanan yang lurus. Keilmuan yang berasaskan keimanan, dan keimanan yang ditunjang oleh keilmuan.
Adapun keilmuan semata tanpa mempedulikan norma-norma keimanan, maka kesudahannya adalah kebinasaan, sebagaimana halnya orang-orang Yahudi dan yang sejenisnya. Demikian pula keimanan (termasuk di dalamnya amalan) semata tanpa mempedulikan keilmuan, kesudahannya adalah kesesatan, sebagaimana halnya orang-orang Nashrani dan yang sejenisnya. Perpaduan antara dua konsep inilah yang menjadikan Islam sebagai agama wasathan (adil dan pilihan) dan bersih dari segala bentuk sikap berlebihan.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata: “Oleh karena itu, di antara para imam penulis kitab hadits yang menggunakan metode penyusunan berdasarkan babnya, ada yang memulai penyusunannya dengan (menyebutkan hadits-hadits tentang) pokok keilmuan dan keimanan. Sebagaimana yang dilakukan Al-Imam Al-Bukhari dalam kitab Shahih-nya, yang mana beliau memulainya dengan Kitab Bad`il Wahyi (awal mula turunnya wahyu); yang merinci tentang kondisi turunnya ilmu dan iman kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, kemudian mengiringinya dengan Kitabul Iman yang merupakan asas keyakinan terhadap apa yang dibawa beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam, setelah itu diiringi dengan Kitabul Ilmi yang merupakan perangkat untuk mengenal apa yang dibawa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, demikianlah tertib penyusunan yang hakiki. Begitu pula Al-Imam Abu Muhammad Ad-Darimi…” (Majmu’ Fatawa 2/4)
Para pembaca, alam ghaib ibarat alam yang gelap gulita, sedangkan Al-Qur`an dan hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ibarat dua cahaya yang terang benderang. Dengan dua cahaya itulah berbagai peristiwa dan kejadian di alam ghaib tersebut menjadi jelas dan terang. Atas dasar itulah, setiap pribadi muslim wajib untuk mengembalikannya kepada firman Allah (Al-Qur`an) dan petunjuk Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam (Al-Hadits).
Bila demikian, berarti semua perkara ghaib haruslah ditimbang dengan timbangan Islam yaitu; Al-Qur`an dan Al-Hadits dengan pemahaman para shahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Jika perkara ghaib (baca: yang dianggap ghaib) ternyata tidak ada keterangannya di dalam Al-Qur`an dan Al-Hadits, maka keberadaannya tidak boleh diimani dan diyakini. Dan jika perkara ghaib tersebut diterangkan di dalam Al-Qur`an dan Al-Hadits, baik berkaitan dengan peristiwa-peristiwa di masa lampau maupun di masa datang, serta berbagai keadaan di akhirat dll, maka keberadaannya harus diimani dan diyakini, walaupun pandangan mata dan akal kita tidak menjangkaunya.
Asy-Syaikh Abdurrahman As-Sa’di berkata: “Iman kepada perkara ghaib ini mencakup keimanan kepada semua yang Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam beritakan dari peristiwa-peristiwa ghaib di masa lampau dan di masa yang akan datang, berbagai keadaan di hari kiamat, dan tentang hakekat sifat-sifat Allah Subhanahu wa Ta’ala.” (Taisir Al Karimirrahman hal. 24)
Beriman dengan (adanya) perkara ghaib yang diberitakan Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya merupakan salah satu ciri orang yang bertaqwa. Sedangkan tidak beriman dengan perkara ghaib tersebut merupakan ciri orang kafir atau ahli bid’ah. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

الم. ذَلِكَ الْكِتَابُ لاَ رَيْبَ فِيْهِ هُدًى لِلْمُتَّقِيْنَ. الَّذِيْنَ يُؤْمِنُوْنَ بِالْغَيْبِ وَيُقِيْمُونَ الصَّلاَةَ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُوْنَ

“Alif laam miim. Kitab (Al-Qur`an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa. (Yaitu) mereka yang beriman kepada perkara ghaib, yang mendirikan shalat dan menafkahkan sebagian rizki yang Kami anugerahkan kepada mereka.” (Al-Baqarah: 1-3)
Asy-Syaikh Abdurrahman As-Sa’di rahimahullahu berkata: “Hakekat iman adalah keyakinan yang sempurna terhadap semua yang diberitakan para Rasul, yang mencakup ketundukan anggota tubuh kepadanya. Iman yang dimaksud di sini bukanlah yang berkaitan dengan perkara yang bisa dijangkau panca indra, karena dalam perkara yang seperti ini tidak berbeda antara muslim dengan kafir. Akan tetapi permasalahannya berkaitan dengan perkara ghaib yang tidak bisa kita lihat dan saksikan (saat ini). Kita mengimaninya, karena (adanya) berita yang datang dari Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Inilah keimanan yang membedakan antara muslim dengan kafir, yang mengandung kemurnian iman kepada Allah dan Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maka, seorang mukmin (wajib) mengimani semua yang diberitakan Allah dan Rasul-Nya baik yang dapat disaksikan oleh panca inderanya maupun yang tidak dapat disaksikannya. Baik yang dapat dijangkau oleh akal dan nalarnya maupun yang tidak dapat dijangkaunya.
Hal ini berbeda dengan kaum zanadiqah (yang menampakkan keislaman dan menyembunyikan kekafiran, -pen.) dan para pendusta perkara ghaib (yang telah diberitakan Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam). Dikarenakan akalnya yang bodoh lagi dangkal serta jangkauan ilmunya yang pendek, akhirnya mereka dustakan segala apa yang tidak diketahuinya. Maka rusaklah akal-akal (pemikiran) mereka itu, dan bersihlah akal-akal (pemikiran) kaum mukminin yang selalu berpegang dengan petunjuk Allah Subhanahu wa Ta’ala.” (Taisir Al-Karimir Rahman hal. 23)
Al-Imam Ibnu Qudamah Al-Maqdisi rahimahullahu berkata: “(Setiap muslim, -pen.) wajib beriman kepada semua yang diberitakan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan apa yang dinukil secara shahih dari beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam, baik perkara tersebut dapat dilihat mata maupun yang bersifat ghaib. Kita mengetahui (baca; meyakini) bahwa semua itu benar, baik yang dapat dijangkau akal maupun yang tidak bisa dijangkau dan tidak dimengerti hakekat maknanya.” (Syarh Lum’atul I’tiqad, karya Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, hal. 101)
Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin berkata: “Berbagai macam berita yang diriwayatkan secara shahih dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam maka benar keberadaannya dan wajib dipercayai, baik dapat dirasakan oleh panca indera kita maupun yang bersifat ghaib, baik yang dapat dijangkau oleh akal kita maupun yang tidak.” (Syarh Lum’atul I’tiqad, hal. 101)
Demikianlah manhaj (prinsip) yang benar di dalam menyikapi alam ghaib dan berbagai peristiwanya. Siapa saja yang berprinsip dengannya, maka dia beruntung dan berada di atas jalan yang lurus. Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

فَالَّذِيْنَ آمَنُوا بِهِ وَعَزَّرُوْهُ وَنَصَرُوْهُ وَاتَّبَعُوا النُّوْرَ الَّذِي أُنْزِلَ مَعَهُ أُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُوْنَ

“Maka orang-orang yang beriman kepadanya (Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam), memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (Al-Qur`an), mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (Al-A’raf: 157)

وَكَذَلِكَ أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ رُوْحًا مِنْ أَمْرِنَا مَا كُنْتَ تَدْرِي مَا الْكِتَابُ وَلاَ اْلإِيْمَانُ وَلَكِنْ جَعَلْنَاهُ نُوْرًا نَهْدِي بِهِ مَنْ نَشَاءُ مِنْ عِبَادِنَا وَإِنَّكَ لَتَهْدِي إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيْمٍ. صِرَاطِ اللهِ الَّذِي لَهُ مَا فِي السَّمَوَاتِ وَمَا فِي اْلأَرْضِ أَلاَ إِلَى اللهِ تَصِيْرُ اْلأُمُوْرُ

“Dan demikianlah Kami wahyukan kepadamu wahyu (Al-Qur`an) dengan perintah Kami. Sebelumnya kamu tidaklah mengetahui apakah Al-Kitab (Al-Qur`an) dan tidak pula mengetahui apakah iman, tetapi Kami menjadikan Al Qur`an itu cahaya, yang Kami tunjuki dengannya siapa saja yang Kami kehendaki dari hamba-hamba Kami. Dan sesungguhnya kamu benar-benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus. (Yaitu) jalan Allah yang kepunyaan-Nya segala apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. Ingatlah, bahwa hanya kepada Allah-lah kembali segala urusan.” (Asy-Syura: 52-53)
Penutup
Para pembaca, dari bahasan di atas dapatlah diambil kesimpulan bahwa:
1. Setiap muslim wajib beriman dengan (adanya) alam ghaib dan semua peristiwanya yang diberitakan Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya. Baik yang dapat dijangkau oleh akal dan panca indra maupun yang tidak.
2. Mengedepankan akal dalam permasalahan semacam ini merupakan pangkal kesesatan.
3. Setiap muslim wajib memahami berita yang datang dari Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya tentang alam ghaib dan peristiwanya, dengan pemahaman para shahabat Rasulullah (as-salafush shalih), karena ia merupakan jalan yang lurus. Dan tidak dengan pemahaman ahli kalam, filsafat, atheis sufi, dan bahkan atheis dahriyyah yang menyesatkan.
Wallahu a’lam bish-shawab

sumber: http://metafisis.wordpress.com/2011/03/11/rahasia-alam-ghaib-dalam-islam/