Recent Posting :
Grab this

PENGALAMAN BERKELANA DI ALAM GHAIB

Pertama kali ilmu trawangan dan meraga sukma penulis berikan kepada anak angkat penulis sendiri yang bernama Eko. Pada puasa sunat hari kedua Eko sudah bisa melihat alam ghaib. Pada malam ketiga Eko penulis suruh latihan semalam suntuk di berbagai tempat dan alam.

Pengalaman berkelana di alam ghaib yang paling mengesankan bagi Eko adalah sewaktu dia berada di 'alam arwah' tepatnya arwah neneknya sendiri. Di alam almarhumah neneknya dia sangat 'kerasan' betah tinggal disana. Karena selain damai, pemandangannya sangat indah. Rata-rata rumahnya sangat bagus dan penduduknya sangat ramah. Keadaannya terang benderang tanpa matahari, maka disitu ada siang tidak ada malam. Budaya dan pola hidupnya hampir sama dengan di bumi. Sewaktu Eko diajak roh pembimbing ke alam kubur, disitu banyak dijumpai hal-hal yang mengerikan. Disitu banyak orang disiksa.

Kata roh pembimbing, dia menuai hasil perbuatannya sewaktu hidup di dunia materi dahulu. Mereka kebanyakan tidak melakukan shalat lima waktu dan tidak pernah bertaubat, selalu mementingkan diri sendiri dan sering merugikan orang lain.

Satu minggu berikutnya penulis memberi bimbingan meraga sukma kepada Eko dan ternyata Eko sangat berbakat. Hari itu juga Eko berhasil meraga sukma dengan baik. Memang dengan cara meraga sukma badan astral bisa pergi kemana saja dia mau. Baik pergi ke alam nyata atau alam materi maupun pergi ke alam ghaib.

Bila meraga sukma ke alam nyata, badan astral dengan mudahnya bisa menembus dinding tembok yang sangat tebal tanpa merubah atau merusak sedikitpun. Selain itu dengan badan astral yang ringan bisa terbang dengan kecepatan pikiran melebihi kecepatan suara.

Suatu hari Eko meraga sukma masuk ke alam ghaib tingkat alam pedanyangan. Di alam pedanyangan kesannya hampir sama dengan alam dunia kita hanya saja disana ada terang tanpa sinar matahari. Entah darimana sumber terang itu. Penduduknya mayoritas berpakaian keraton tempo doeloe. Bila di alam nyata siang hari, di alam ghaib sama seperti malam hari hanya saja suasananya tidak berubah menjadi gelap.

Di alam pedanyangan menyukai warna pakaian tertentu seperti kuning, merah, hitam, hijau, biru dan putih. Hampir tidak diketemukan pakaian motif kembang atau berpola hias. Kemungkinan besar makhluk di alam pedanyangan itu dulunya manusia biasa yang matinya belum sempurna. Manusia di jaman kerajaan seperti kerajaan Majapahit. Sehingga kebiasaan pola kehidupannya dan budayanya waktu mereka hidup di dunia dulu dibawanya ke alam ghaib. Sekalipun di alam nyata sudah mengalami perubahan total.

Memang diantara mereka ada juga masyarakat modern seperti masyarakat sekarang. Diantara mereka ada yang memiliki pesawat radio, televisi, mobil dan sebagainya. Nampaknya masyarakat modern di alam pedanyangan ini adalah penghuni baru. Sama dengan mereka penghuni lama, matinya belum sempurna. Alam pedanyangan sangat dekat dengan alam jin. Alam pedanyangan juga dekat sekali dengan alam nyata. Alam pedanyangan itu kira-kira berada diantara alam jin dan alam nyata.

Eko masuk alam pedanyangan langsung menuju ke 'balai pedanyangan' dukuh Gandek Kawedanan Magetan. Dia langsung menemui Dahnyang Gandek yang bernama Pangeran Ronojati yang lebih dikenal dengan nama mbah Sabuk Alu. Eko disambut Eyang Ronojati dengan gembira karena Eyang Ronojati sudah mengetahui kalau Eko adalah anak penulis.

Setelah selesai berkunjung ke alam pedanyangan, kemudian Eko penulis suruh masuk ke alam jin. Cara memasuki alam jin setelah lepas dari raga, cukup pejamkan mata, sedop napas dalam-dalam dan niat ke alam jin. Obyeknya harus jelas.

Nampaknya Eko pertama memasuki alam jin tingkat menengah. Masyarakat jin yang dikunjungi Eko hampir sama dengan masyarakat bangsa manusia. Kebudayaannyapun juga hampir sama dengan kebudayaan bangsa manusia, baik cara berbusana maupun cara hidup sehari-harinya. Di alam jin juga ada pasar persis seperti dunia kita.

Eko berkenalan dengan cewek jin yang ternyata masih gadis. Tubuhnya semampai, agak cantik, rambutnya terurai panjang. Sayang hampir semua cewek jin hidungnya tidak ada yang mancung. Eko langsung diajak masuk ke dalam rumah. Kebetulan rumah tersebut sepi. Cewek jin tadi bernama Narti. Eko dijamu makanan dan minuman tetapi Eko tidak mau menyantapnya. Rupanya dia ingat pesan penulis, bahwa jangan sekali-kali memakan dan meminum milik bangsa alam ghaib sekalipun sangat lapar dan haus.

Dengan Narti, Eko diajak berkeliling kampung bangsa jin. Juga diajak masuk ke rumah 'kepala desa' jin yang kaya raya. Jin yang kaya raya itu banyak mempunyai pekerja. Tetapi anehnya pekerjanya bukan bangsa jin melainkan bangsa manusia. Ada yang menumbuk padi, ada yang menggoreng kerupuk dan sebagainya.

Orang yang menumbuk padi, terus menerus dia menumbuk padi, tidak boleh beristirahat. Padahal peluhnya keluar terus sampai yang jatuh di bawah setinggi mata kaki. Ada yang menggoreng kerupuk, anehnya menggorengnya tidak pakai sotel (alat penggoreng bertangkai) tetapi dengan tangan telanjang. Tidak jarang sewaktu mengusap minyak goreng yang menempel di tangan, kulitnya yang tersingkap.

Para pekerja di rumah jin yang kaya itu katanya dahulu semasa hidupnya di dunia minta 'pesugihan' pada jin tersebut, agar bisa kaya raya dengan jalan pintas dan mudah. Setelah saat perjanjiannya selesai, 'roh' orang yang bersangkutan diambil hidup-hidup oleh jin yang bersangkutan. Kebanyakan diambil langsung dengan raga atau badan fisiknya. Sedang upaya jin untuk mengelabui bangsa manusia (kerabat dekat orang yang diambil), diambilkan pohon pisang yang disihir persis tubuh orang yang meninggal. Sudah tentu ada juga yang hanya diambil 'roh'nya.

Setelah puas berkelana di alam jin tingkat sedang, Eko berniat menjelajahi alam 'jin tingkat rendah'. Untungnya, sebelum Eko memasuki alam jin terlebih dahulu membuat 'pagar tubuh' dengan sinar tenaga dalam. Begitu memasuki alam jin tingkat rendah yang suasananya sangat pengap dan panas, dia diserbu oleh beberapa jin tingkat rendah yang wajahnya menjijikkan. Serangan bangsa jin tersebut ternyata tidak mampu menembus 'pagar badan' nya Eko. Dengan jurus Cakra Buana, Eko mampu melempar si penyerang secara serentak dan akhirnya si penyerang lari tunggang langgang.

Bangsa 'jin tingkat rendah' rata-rata badannya jelek menjijikkan. Suka bikin onar dan tidak rela wilayahnya dimasuki bangsa lain. Genderuwo, kuntilanak, wewe, tuyul dan lain sebagainya itu termasuk 'jin rendah'. Sama seperti manusia primitif di pedalaman, bangsa 'jin rendah' menyukai ilmu-ilmu ghaib, aji-aji, pusaka-pusaka dan sebagainya. Bangsa genderuwo, jin hitam yang seluruh tubuhnya ditumbuhi bulu lebat dan berwajah seram itu sangat menyukai pusaka batu akik yang banyak dipakai sebagai cincin.

Bangsa 'jin rendah' ini sangat suka pada asap kemenyan. Maka setiap ada acara ritual. Ada sesaji dan pembakaran kemenyan, maka disitu banyak bangsa jin yang berpesta pora. Pesan penulis, sebaiknya jangan bersekutu dengan jin atau bekerja sama dengannya. Hati-hati dengan manusia gadungan asal jin ini ciri-ciri khusus mereka adalah suhu tubuhnya selalu dingin dan bentuk telinganya meruncing seperti telinga kucing. Bangsa 'jin rendah' suka mengganggu dan mencelakai manusia (Buku 'Ilmu Trawangan Melihat Alam Ghaib' | Gatot Margono SA | Penerbit 'Mekar' Surabaya | Oktober 1996 | hal 127-136).


sumber: http://kotamagetan.com/pengalaman-berkelana-di-alam-ghaib.html

0 komentar: